Intelijen ( “Operasi Intelijen : Pola
Penggalangan Intelijen”)
Format Rencana Operasi Penggalangan
intelijen sama seperti RENOPS PAM. Agar tercipta suatu rencana operasi
penggalangan intelijen, juga melewati proses seperti operasi penyelidikan
intelijen dan operasi pengamanan intelijen. Untuk itu harus ada EEI/UUK dari
yang berwenang terlebih dahulu. Berdasarkan itu dibuatlah rencana penyelidikan
intelijen terhadap masyarakat yang menjadi sasaran. Setelah dilakukan
penyelidikan, dibuatlah perkiraan keadaan intelijen mengenai sasaran
itu, dan menyorotnya dari berbagai segi seperti : tempat, ruang, waktu, serta
kecenderungan yang berisi Intelijen dasar (pengetahuan standar tentang
sasaran) dan Intelijen aktual (pengetahuan tentang sasaran apa yang
sedang terjadi/berlangsung dewasa ini) serta Intelijen ramalan (dalam
Matematika dikenal dengan teknik forecasting yang menjangkau
kedepan tentang trend perkembangan sasaran tersebut).
Perkiraan keadaan dibuat oleh
direktur/kepala badan intelijen dengan paragraf-paragraf berikut : (1)
Mukadimah; (2) Misi; (3) Keadaan sasaran; (4) Kemampuan sasaran; (5)
Pembahasan; (6) Kesimpulan. Seorang user harus membuat perkiraan keadaan taktis
terlebih dahulu, sebelum memutuskan suatu Rencana Campagne atau sebelum
membuat perintah operasi penggalangan intelijen. Perkiraan keadaan taktis dari
user ini lahir beradasarkan perkiraan-perkiraan dari staf-stafnya yaitu : PK
intelijen dari staf satu, PK personalia dari staf tiga, PK logistik dari staf
empat. Setelah user mengambil keputusan yang pasti, maka staf intelijen
mengembangkan perencanaan segala kegiatan yang bersifat tertutup, sedangkan
staf operasi mengembangkan segala kegiatan yang bersifat terbuka. Semua harus
dituangkan dalam suatu berkas yang trersusun. Jadi merupakan buku pintar bagi
pihak agent pelaksana, bawahan dan pihak yang berkepentingan. Penggalangan ini
dapat dilakukan di dalam negeri dan di luar negeri terhadap individu atau
masyarakat sasaran, yang terpilih melalui test sebelum penggalangan
dilaksanakan. Selanjutnya dilakukan penyeledikan tertutup oleh beberapa tim
penyelidik, dikirim Tim Perang urat syaraf (TeamPus) yang mengadakan
gerilya perang dingin dengan teknik-teknik provokasi dan propaganda. Selang
beberapa lama setelah TeamPus menarik diri dari sasaran, maka dikrimlah positive
clandestine intelligence untuk melaporkan hasil-hasil yang dicapai oleh
TeamPus tersebut. ingatlah bahwa tak satu sudut pun dari seluruh aspek
kehidupan ini yang dapat dimanfaatkan untuk penggalangan warga negara. Oleh
sebab itu sudah tiba masanya untuk melakukan penggalangan warga negara di
setiap segi kehidupan masyarakat dalam sebuah komunitas intelijen. Mulai
dari tingkat perencanaan, penggerakkan organisasi hingga pengawasan, hendaknya
dilakukan secara terpadu dan terkoordinasi antara satu kelompok dengan kelompok
lainnya dalam satu pola SISHANKAMRATA (sistem pertahanan rakyat semesta) dalam
melakukan counter intelijen asing yang ingin menghancurkan negara dengan
kerusuhan, tindakan makar dan/atau gangguan keamanan lainnya yang tujuannya
adalah membuat rakyat Indonesia resah. Para penggalang, pembina dan pengawas
hendaknya selalu berkoordinasi agar keberhasilan SisKomSos (sistem komunikasi
sosial) bisa dijaga dan diamankan dari anasir-anasir jahat (baik lokal maupun
internasional) yang ingin menariknya kembali ke dalam kegelapan.
Petugas-petugas tertentu ditanam untuk mendeteksi usaha-usaha pihak lawan yang
berusaha memecah belah rakyat dan kesatuan bangsa.
Sejak kemunduran reformasi telah
terjadi penajajahan dan kita telah mengetahui bahwa warga negara Indonesia
telah dijadikan sasaran bagi penggalangan ideologi-ideologi asing yang ingin
menggantikan nilai-nilai luhur Pancasila sebagai falsafah bangsa dalam
kehidupan bermasyarakat. Banyak putera-puteri Indonesia secara tidak sadar
yang digalang oleh kekuatan asing kemudian mendatangkan bencana terhadap tanah
airnya sendiri. Singkatnya mereka menyangka bahwa mengawinkan
Pancasila dengan Ideologi asing akan dapat membawa kemajuan bagi bangsa
Indonesia. Mereka menyangka telah berhasil memodernisir Indonesia, padahal
justru hanya membuat dan menambah kedangkalan Ideologi bernegara (Pancasila),
membelokkan kiblat masyarakat Indonesia, menanam bom waktu dalam diri generasi
muda dan (secara perlahan namun pasti) menghilangkan potensinya. Mereka telah
terperangkap oleh jaring-jaring intelijen lawan. Dengan sukarela ataupun
terpaksa, telah menjadi boneka dari penggalangannya dan secara tidak langsung
akan mendatangkan bencana di tanah airnya. Justru karena itulah
penggalangan warga negara perlu kembali kepada doktrin awal yaitu SISHANKAMRATA,
sebab jika tidak warga negara Indonesia akan terus digalangnya.
Penggalangan itu dapat dilakukan
secara terbuka mulai dari yang halus sampai kepada yang sekasar-kasarnya. Pada
tingkat kenegaraan cara-cara halus yang digunakan antara lain:
- Diplomasi
- Konfrensi
- Public relation
- Eksposisi
- Propaganda
- Ilmu pengetahuan alam dan Ilmu-ilmu sosial
- Teknologi
- Tenaga teknik
- Kredit serta semua bentuk-bentuk bantuan barang dan jasa
- Pertukaran kebudayaan
- Bea siswa
- Perjanjian pengembangan penyelidikan angkasa luar dan penyelidikan laut
- Pengembangan angkatan bersenjata dan persenjataannya, kemudian diikuti pameran kekuatan.
Pada tingkat ideologi dan pemikiran
antara lain :
- Dikemas dan disebarluaskan oleh berbagai NGO dan/atau LSM
- Sejarah penjajahan
Pada tingkat ideologi dan pemikiran
gencar dilakukan hingga lahirnya para nasionalis sepuhan yang dipersiapkan
untuk menerima suksesi, yaitu para nasionalis yang diprogram untuk memimpin
Indonesia dalam bayang-bayang Ideologi pada penggalangnya. Para nasionalis
semacam inilah yang sejak jaman penjajahan hingga sekarang selalu mengganjal
dan bahkan tidak segan-segan memblokir berbagai gerakan untuk memajukan NKRI.
Sedangkan cara yang kasar ialah politik tipudaya, pernyataan unilateral,
embargo, boikot, blokade, subversi, sabotage, perang dingin atau perang
urat syaraf, memencilkan sasaran dari negara-negara sahabatnya, serangan
terbatas, penyerbuan terbatas yang berlanjut dengan perang terbuka.
Dengan demikian mulai saat ini
hingga masa-masa mendatang, waspadalah dalam menghadapi cara-cara penggalangan
dari kekuatan-kekuatan manapun dari Barat dan Timur yang multi complex
dan multi polar ini. Sebaliknya dilakukan persiapan dari generasi ke
generasi, agar terlahir generasi yang semakin baik dan berkemampuan tinggi.
Generasi itulah yang layak bergabung dalam projek pengalangan komunitas
intelijen untuk warga negara Indonesia seluruhnya, sehingga mereka bisa
menikmati kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat adil makmur di bumi pertiwi
NKRI.
Sebuah sinyalemen yang berkembang
yang ditunjukkan oleh pihak asing termasuk di dalamnya pengikut agama dan
ideologi sesat, bahwa hanya tampaknya saja mereka tersenyum dan memuji padahal
hatinya menolak. Mereka tidak ingin memelihara hubungan kekerabatan dan
kebanyakan dari mereka adalah avonturir yang tidak menepati perjanjian. Mereka
adalah musuh negara serta lawan bagi para patriotik NKRI. Karena setelah mereka
menyadari posisi mereka sebagai musuh, maka kelompok ini yang terdiri dari
berbagai golongan (baik secara nasional, regional ataupoun internasional)
kemudian bersatu dan saling memimpin dan membantu satu sama lain. Meskipun
masih terpecah dalam kelompok-kelompok besar, tapi mereka lebih terikat oleh
kepentingan bersama, yaitu mempertahankan konsepsi ideologi mereka untuk
kepentingan dunianya sendiri. Pernyataan masyarakat kecil adalah “apakah ego
atau kepentingan pribadi para tokoh dan pemimpin negara akan tetap dominan dari
pada kepentingan Nasional dan kepentingan warga negara Indonesia secara
keseluruhan? Dalam ilmu intelijen ronggrongan tersebut dikenal dengan
peringatan dini (early warning).
Menyangkut pola operasi intelijen
penggalangan intelijen, maka pola operasi secara clandestine memiliki
sistematika yang hebat yang dapat dilihat pada cara pentahapannya:
- Dilakukan penyusupan secara terselubung terhadap pihak sasaran oleh jaring-jaring agent melalui penggalangan
- Penceraiberaian persatuannya melalui cara-cara adu domba dan eksploitasi pertentangan
- Pengingkaran terhadap pemetintahannya atau pemimpin-pemimpinnya dengan mengadakan gerilya politik
- Mengarahkan pihak sasaran kepada ideologi lain dan pemimpin yang baru. Penggeseran atau penggantian pemimpin negara dilakukan secara terbuka, sedangkan penggantian pemimpin masyarakat bisa dilakukan secara paksa
- Penggabungan pihak sasaran kepada negara sponsor menjadi masyarakat baru dan menjadi manusia baru, mengakibatkan negara sasaran itu menjadi satelit.
- Pengawasan dan pengamanan terhadap sasaran untuk membina dan memelihara hasil-hasil yang telah dicapai
Dalam operasi diperbolehkan
menggalang agent-agent terhadap musuh. Intelijen dapat memperalat orang yang
demikian dengan pengertian bahwa orang-orang itu tetap berstatus sebagai orang
luar, tidak menjadi agent dan tidak boleh menjadi agent. Berikut tahap-tahap
penggalangan Intelijen
Penysupan Sasaran
Sasaran yang hendak digarap,
disusupi dengan agent-agent penggalangan intelijen secara diam-diam dan rahasia
(operasi clandestine), sehingga sasaran tidak sadar bahwa ia tersusupi
lawan. Indikasi dari kerapihan cover of action and cover of identity
para penyusup itu ialah apabila penyusup sudah bisa diterima secara wajar di
lingkungan sasaran, entah itu dianggap sebagai teman, sebagai sesama aktivis
dalam suatu organisasi atau lain organisasi, sebagai rekan, rekan sekerja,
sebagai anggota keluarga dan sebagainya. Penetrasi terhadap sasaran dilakukan
dengan memperluas susunan jaringan clandestine, agar jaringan lain masih
tetap ada jika seandainya salah satu jaringan terbongkar. Atau jika agent
penetrasi terpaksa harus pergi, maka ia telah meninggalkan jaringan ilegal
tersebut sebagai penerus. Untuk menjaga keamanan biasanya dipakai sistem jaring
compartementasi. Sasaran banyak antara lain :
- Pemerintahan
- Perusahaan Umum
- Departemen/Kementrian
- Organisasi Politik
- Organisasi Sosial
- Organisasi Massa
- Organisasi Pemuda, Pelajar, Mahaiswa
- Organisasi Agama dan Aliran Masyarakat
- Dsb
Penetrasi dilakukan secara
terselubung tetapi menggunakan saluran-saluran yang legal/resmi, diantaranya
- sebagai anggota perwakilan diplomatik,
- Utusan pemerintah
- Utusan Organisasi
- Saudagar
- Seniman atau Budayawan
- Ilmuwan atau Pakar
- Budayawan
- Dsb
Mereka secara sengaja berdomisili di
daerah sasaran atau membaur dalam masyarakat. Selain itu pula bisa melalui :
- Penerima Bea Siswa Luar Negeri
- Tenaga-tenaga ahli dikalangan umum, Swasta dan Pemerintah
- Wisatawan
- Lawatan ke Luar Negeri
- LSM/berbagai macam institusi yang bisa mendirikan perwakilannya di negara sasaran
- Semua unsur yang bisa masuk ke pihak sasaran tanpa dicurigai sedikitpun
Agent-agent semacam ini bukan
sembarang agent, tetapi agent yang dibekali keahlian khusus mengenai seluk
beluk sasaran dan cara menghadapinya. Kecerdasanya juga tidak boleh terlalu
ditonjolkan, tidak boleh melakukan hal-hal yang dapat memancing kesangsian dan
kecurigaan, bahkan sangat diharapkan jika para agent semacam itu mempunyai
pengaruh yang cukup dilingkungan sasaran masing-masing. Mereka yang memiliki
kemampuan seperti itulah yang akan diseludupkan Lembaga/Badan Inteliejennya
kedaerah sasaran. Oleh karena itu dalam mengamankan negara dan rakyatnya setiap
pemimpin hendaknya mengambil inisiatif untuk melakukan aktivitas khusus yang
mengacu pada aspek-aspek, pola operasi dan mekanisme kegiatan intelijen.
Sehingga dari mulai pembuatan perencanaan hingga pengawasan organisasi , dapat
dinetralisir atau paling tidak dapat diperkecil kemungninan adanya
anasir-anasir luar yang hendak memecah belah persatuan organisasi atau
lembaganya baik anggota ataupun pengelolanya. Dalam menangani masalah
infiltrasi ataupun penetrasi hendaknya hanya menggunakan orang-orang pilihan.
Dalam sebuah organisasi cukup ditangnai oleh ketua/pemimpin puncak organisasi
tersebut, mengingat sensitifnya masalah validasi hasil penyelidikan sesama
anggota. Jika sampai salah menangani bisa jadi hanya akan melahirkan kecurigaan
satu sama lain atau bahkan perpecahan. Orang pilihan yang dimaskud adalah yang
mempunyai karakter sesuai kebutuhan dunia intelijen. Sebab dalam dunia
intelijen, disiplin terhadap peran masing-masing menjadi tuntutan yang utama,
karena sifat tugasnya yang clandestine maka pembicaraannya menjadi
sangat berbahaya, boleh jadi yang seharusnya dirahasiakan akan dibocorkannya
pula , karena disetiap organisasi apapun selalu ada klik-klik, dimana di antara
klik-klik itu ada yang tidak bisa dijamin kesterilannya terhadap anasir-anasir
dari luar, entah itu berupa sosok anggota baru, anggota biasa, anggota
pengelola atau yang sengaja ditanam sejak awal berdirinya. Sehingga dengan
modal sedikit bocoran informasi saja sudah bisa dirakit menjadi bom prvokasi
yang dapat menyulitkan orgaisasi/lembaga. Sebaliknya akan lebih mudah mencari
orang-orang yang (tugasnya dalam aktivitas intelijen) banyak bicara, memamerkan
banyak aktifitasnya, daripada mencari orang-orang yang berkarakter intelijen
yang bisa melakukan segala sesuatunya secara terukur. Yang perlu diperhatikaan
adalah setiap anggota harus memahami betul tentang kepemimpinan, memilih
pemimpin, strategi pengaturan posisi atau komposisi dalam penyusunan anggota
pelaksana, peningkatan disiplin dan pengamanan terhadap hal-hal yang bersifat
rahasia. Disamping itu pula perlu diadakan pemberian muatan (masalah) yang
berlebihan terhadap suatu masalah secara umum, dimana sering kali terjadi di
masyarakat dalam menyikapi isu atau pokok persoalan yang dilansir oleh pihak
asing, misalnya para tokoh, pembuat makalah, pemimpin organisasi,
lembaga-lembaga non pemerintah, begitu cepat sekali bereaksi, padahal mereka
belum melakukan proses pemeriksaaan, penelitian singkat, penelitian silang,
melakukan koordinasi antar personil secara intern organisasi, antar organisasi
atau kelembagaan. Prosedur itu tidak terlalu sulit jika dilakukan secara
hati-hati dalam langkah dan tindakannya. Unsur litbang yang telah ada di hampir
setiap organisasi bisa dimanfaatkan dan diperluas fungsinya agar bisa menjawab
secara cepat dan tepat kebutuhan informasi yang diperlukan, terutama yang ada
kaitannya dengan peristiwa penting, kasus atau masalah-masalah intelijen yang
sedang berkembang secara cepat. Kondisi dilapangan sekarang ini menyiratkan
bahwa prosedur itu nyaris terabaikan. Perlu diketahui bahwa, meskipun
persoalan-persoalan yang dilansir di berbagai media itu ada yang factual,
tetapi banyak juga yang masih berupa data yang belum dapat dipastikan
kebenarannya. Bahkan lebih celaka lagi jika isu yang dilempar oleh pihak lain
itu baru sebatas operasi intelijen untuk mendapatkan umpan balik dari
pihak-pihak atau jaringan yang menjadi target mereka. Untuk memperbaiki cara
kerja yang kontra produktif itu maka menerapkan disiplin dalam setiap
keadaan yang mengharuskan kita tunduk pada konstitusi negara, sehingga tidak
menjadi bulan-bulanan dan bahan tertawaan pihak asing.
Pencerai-beraian Sasaran
Penghancuran sasaran dilakukan oleh
para agent penetrasi yang telah mendapatkan kepercayaan dari lingkungan yang
menjadi sasarannya, dengan jalan menimbulkan berbagai ketegangan, konflik
sosial, ataupun politik. Pertentangan minorotas dan mayoritas yang dibuat
semakin meruncing, menggalakkan ekstremitas agama, aliran golongan, organisasi
dan partai. Unsur-unsur itu digiring kedalam suasana perang urat syaraf
sehingga akan melahirkan pertentangan massa, pertarungan fisik yan gberkembang
menjadi kekacauan. Dimana-mana akan terjadi perampokan, pencurian, penodongan
ataupun penjarahan. Kekalutan seakan terjadi dimana-mana. Disegala bidang
seperti ideologi, politik, ekonomi , sosoial budaya, militer, keamanan dan
agama (IPOLEKSOSBUDMILAG) sehingga terjadilah intimidasi, insinuasi dan
tuduh-menuduh. Kolaborasi-kolaborasi terus dilakukan dengan mengobarkan
provokasi kepada rakyat tentang adanya gerakan dari kelompok garis keras,
ekstrem kanan, ekstrem kiri, komprador, antek nekolim, borjuis, teroris,
hasutan terhadap buruh yang digiring untuk berdemontrasi dan melakukan
pemogokan dengan dalih perbaikan nasib. Mereka minta upah mereka dinaikkan.
Jika tidak pemogokan akan terus berlangsung. Setelah tak ada titik temu
akhirnya perusahaan ada yan gbenar-benar bangkrut, tapi ada juga yang hanya
pura-pura bangkrut, karena ingin relokasi keluar negeri. Para buruh yang sudah
terlanjur kehilangan pekerjaan, meminta pesangon besar kalau tidak pabrik atau
perusahaan diancam akan dihancurkan, padahal pada akhirnya mereka malahan tak
mendapatkan apa-apa kecuali hilangnya lapangan kerja. Dalam keadaan yang serba
kacau kolaborasi dari para kelompok agent tersebut akan memanfaatkan
tekanan-tekanannya untuk memenangkan kepentingannya. Apabila pemerintah itu tak
mau memenuhi permintaannnya, maka dikeluarkanlah ancaman penghentian bantuan,
pembekuan aset-aset, embargo ekonomi, embargo senjata, intervensi politik,
intervensi militer atau ancaman perang konvensional. Atau secara halus
melakukan pembusukan struktural, pengacauan sistem moneter, sistem politik dan
sistem sosialnya, sehingga secara sistematis negara akan rontok dengan
sendirinya. Inilah yang mereka kehendaki (bisa jadi kepada Indonesia itu
sendiri). Ekonomi kacau balau, inflasi melambung tinggi, kebutuhan pokok
masyarakat menjadi langka. Lapangan kerja tak tersedia karena tak ada kepastian
usaha. Biaya pendidikan mahal, segalanya mahal, gaji pegawai dan buruh tidak
mencukupi, uang palsu beredar hingga akhirnya loyalitas dan kejujuran terus
terduksi. Sejak saat itu mereka kan bekerja sambil mencari objyekan, memungut
pungutan liar (pungli) dan ber-KKN ria. Sesama kawan sejawat dan sekerja tidak adalagi
rasa saling percaya, tak ada rasa setia kawan. Bahkan para pejabat pemerintahan
pun, telah menjadi bahan cemoohan rakyatnya. Pola yang dominan dilakukan oleh
para agent agar hal tersebut terjadi adalah menskenarionkan, lalu menggiring
dengan membuat kerusakan sistemik yang dimulai dari hulu, dari lapisan puncak
piramida pemrintahan yang merembes hingga pada eselon terbawah. Kepentingan
pribadi, kelompok, golongan dan partai yan gtidak mengindahkan
nilai-nilaikejujuran, akan terus ber-KKN, sehingga timbullah berbagai trik,
rekayasa, pengucilan lawan politik, dan penguasaan terhadap sumber-sumber
keuntungan yang strategis untuk mempertahankan sistem yang dibangunnya,
sehingga terjadi kesenjangan, kesewang-wenangan, konsentrasi kekayaan dan
ketidak-adilan. Mulai dari penerimaan siswa/murid Sekolah Dasar hingga
perguruan tinggi, dari penerimaan pegawai negeri sipil, polisi&militer,
hingga pendidikan karier dan promosinya, dari perizinan usaha hingga proses
untuk mendapatkan keuntungannya, semuanya harus menyebutkan mantra “serba
biaya”…Pokoknya kalo mau mencapai tujuan, jangan melawan arus, dan selain orang
kuat, semuanya harus tunduk kepada mekanisme biaya siluman. Sejak mekanisme
itu diberlakukan, maka unsur dendam pulang modal seakan-akan sudah
merupakan kewajiban yang wajar.
Kserusakan struktural yang sudah
sampai pada tahap seperti itu, akan memakan waktu entah berapa generasi untuk
memperbaikinya, sehingga membuat orang yang masih baik-baik dan masih punya
idealisme menjadi putus asa, sehingga turut menambah kelemahan negara.
Indonesia sudah meradang akan kerusakan struktural jika rakyatnya tidak ingin
belajar dan mau mengetahui tentang operasi intelijen. Dan yang harus dipahami
adalah operasi intelijen hanya bisa dilawan dengan operasi intelijen pula. Jika
dukungan negara ini terhadap Lembaga/Badan Intelijen Negara lemah di tambah
lagi dengan anggota legislatif yang tidak memahami tentang ilmu intelijen maka
kerusakan stuktural cepat atau lambat akan menjadi bakteri yang mematikan
negara tersebut. Hal ini bisa dilihat dengan timbulnya insinuasi/sinisme di
mana-mana. Para pejabat kehilangan wibawanya, fitnah dan desas-desus
menjadi-jadi, tokoh-tokoh masyrakat dipermalukan, permainan kotor diatur secara
berkelompok yang melibatkan pejabat kepolisian, pejabat sipil atau militer yang
dikenal sebagai kejahatan kerah putih yang semakin sulit untuk di sidik karena
semua tersandera oleh kepentinagn. Selain penjahat kerah putih dimunculkan pula
penjahat kerah hitam yang semakin berkembang pesat dengan berbagai modus
operandinya sebagai bagian dari bentuk Camouflage dalam teori
keseimbangan kriminilitas (equibilirium crime). Dengan demikian
terciptalah kondisi sosial yang sedemikan buruk. Terasa menderu bagai badai
neraka. Rakyat kecil menggelepar, anak-anak terlantar dan terkapar. Begirulah
kekacauan sosial yang timbul merata, tak ada lagi rasa aman, suasana semakin
tak menentu, setiap individu merasa tertekan, keputusasaan meluas mencekam
bangsa. Harga diri telah hilang, sedangkan kepercayaan diri sirna pula, bahkan
terhadap pemimpin masyarakat dan negara. Permusuhan, perkelahian, bentrokan
antar suku, golongan, agama dan ras yang disertai dengan kekerasan terjadi di
mana-mana, masyarakat pecah, partai-partai pecah, persatuan apa saja pecah,
oragnisasi pecah bahkan bisa bubar. (lihat kasus konflik beberapa negara di
Afrika dan Timur Tengah, serta Asia). Inilah contoh pencerai-bearaian yang
dilakukan para agent yang pernah terjadi disuatu negara yang rakyatnya
bermental jajahan, dan para pemimpinnya juga sudah terkontaminasi mental
penjajah dan penindas.
Pengingkaran
Tujuan pengingkaran ialah agar
setiap individu ingkar terhadap para pemimpinnya, baik pemimpin masyarakat
maupun pemimpin bangsanya. Pengingkaran itu diharapkan bisa melanda pemimpin
agama, mengikat lagi terhadap agama, orgnisasi dan ideologi politiknya, dan
kahirnya tidak lagi peduli kepada negara dan bangsanya. Jika misi itu berhasil,
maka massa akan menjadi liar, seakan terlepas dari segala ikatan. Tiada lagi
rasa cinta kepada tanah air yang dikaruniakan Tuhan kepadanya, tiada belas
kasiha kepada bawahan, dan perintah atasan tak ada yang menghiraukan. Rakyat
tidak percaya lagi kepada agama, pemerintah, ideologi, politik partai,
loyalitasnya luntur dan patriotismenya lenyap. Agent-agent penggalang terus menuggangi
mereka, menghalaunya ke arah yang dikehendakinya. Kemudian agent itu memberikan
keyakinan baru, bahwa masih ada ideologi yang cerah masa depannya. Dengan
ideologi yang baru di import dari negara sponsor itu, masyarakat dan negaranya
bisa diperbaiki. Akan tetapi persatuan dan kesatuan bangsa sudah terlanjur
ambruk, apalagi kepercayaan diri sudah sirna, maka para pemimpin yang bingung
itu segera goyah pendiriannya dan akhirnya terpengaruh. Orang yang dulunya
mempunyai idealisme, mempunyai pengaruh, terutama di kalangan masyarakat dan
pemerintahan, kini terpukau oleh pandangan dan ideologi alternatif (yang akan
tetap asing jika diterapkan di bumu pertiwi NKRI). Pemimpin seperti itulah yang
disebut pengkhiatan bangsa karena ia mengkhianati ideologi negaranya sendiri
dan menterjemahkannya sendiri dengan kecerdasannya tanpa belajar dari sejarah
bangsa ini.
Pengarahan Sasaran
Yang dimaksud dengan pengarahan
pangarahan masyarakat dan para pemimpinnya kepada fait accompli/keadaan
yang harus diterima, yaitu menerima kenyataan yang ada (setelah dilakukan
langkah-langkah penggalangan oleh para agent jaringan penetrasi penggalangan
secara terselubung. Namun demikian pengarahan secara terbuka harus dihindari,
karena menyinggung perasaan masyarakat dan memancing kemarahan massa. Jika hal
itu dilakukan juga, sudah hampir pasti akan mendapat tantangan yang hebat dari
masyarakat. Sebenarnya kekacauan maysarakat itulah yang kemudian dapat memberi
arah tersendiri kepada tujan penggalangan, sehingga dukungan massa dan dukungan
orang-orang yang berpengaruh dapat diperoleh.
Penggeseran
Yang dimaksud dengan penggeseran
ialah menggeser kedudukan pemimpin/tokoh masyarakat dan pemimpin pemerintahan
dengan menggunakan kekuatan atau paksaaan yang dilakukan secara terbuka, untuk
digantkan dengan yang baru, yang sealiran dengan ideologi negara sponsor.
Pengeseran ini dilakukan dengan perhitungan-perhitungan yang matang. Besarnya
dukungan dari berbagai golongan harus dipertimbangkan, sebagaimana bisa dilihat
dari hasil-hasil penggalangan pada tahap-tahap yang lalu. Untuk itu opini
masyarakat harus digirng sehingga menjadi dukungan kekuatan. Maka dibuatlah suatu skenario penggulingan kekuasaan itu
pada waktu yang tepat. Untuk keperluan itu dipersiapkanlah bala bantuan dari
penggalang dana dan sposor. Setelah persiapannya matang, barulah dilangsungkan
perebutan kekuasaan secara paksa.para tokoh dan pemimpin yang tidak sealiran
dengan ideologi negara sponsor dipandang sebagai ekstremis, separatis, teroris,
kontrev yang bisa digiring kepenjara atau bahkan dilenyapkan. Contoh konkrit
Indonesia, sering dijadikan korban revolusi sosial, hal ini dikarenakan
ketidakberdayaan rakyatnya yang tidak punya sumber daya, melainkan (belakangan
ini) kurang terbiasa menekuni suatu proses, kurang menekuni IPTEK, kurang
menekuni penelitian dan pengembangan, sebagaimana orang-orang Barat dan
orang-orang Asia Timur. Rakyat Indonesia sudah terlalu lama menekuni budaya
instant, yang hanya mementingkan hasilnya. Caranya biarlah orang lain yang
memecahkan, sukup ambil yang gampang saja. Sektor pendidikan, secar umum kurang
mendapat perhatian. Apalagi mendapatkan aneka IPTEK harus datang ke
pihak-pihak mantan penakluknya. Yang lebih besar lagi pengaruhnya adalah budaya
mistik dan budaya-budaya lain yang mengabaikan keunggulan faktor kompetensi
yang berbasis prestasi. Karena itu mereka tidak banyak mengenal lapangan, tidak
terampil, tidak waspada dan under estimate, tidak berjuang dengan harta
dan jiwanya. Meskipun pada awal kiprahnya rata-rata memiliki idealisme yang memadai,
namun pada saat karirnya menanjak, pengikutnya bertambah, maka bayangan
kemapanan mulai menggoda dan turut mewarnai kehidupannya. Pihak asing
menaklukkan Indonesia dengan merusak budaya-adat istiadat, memecah belah,
memecah belah persatuan dan para pemimpin dengan ilmu dan organisasi
intelijennya dengan cara memainkan kedua sifat itu. Infiltrasi dan penetrasi
sudah dimainkan sebelum kejathan pemimpin. Sementara sumber daya penduduk
Indonesia tidak digunakan untuk mendalami ilmu pengetahuan dan mengorganisir
Intelijen yang memerlukan keahlian, keterampilan, keuletan dan biaya besar.
Budaya hidup mapan dengan korupsi, mabuk kenikmatan, melupakan pendidikan,
melupakan jatah lapangan kerja dan pendidikan putra-putri orang kecil,
orientasi bisnis hanya sebatas keamanan simpanan dan keuntungan investasi.
Kesemuanya berlawan dengan sistem perjuangan bangsa karena tidak dapat dipakai
untuk menggerakkan program pembangunan nasional yang tertuang dalam pembukaan
UUD 1945 dan nilai-nilai luhur ideologi negara Pancasila
Penggabungan Sasaran
Yang dimaskud dengan penggabungan
ialah mengabungkan negara sasaran kepada negara sponsor setelah berhasilnya
penggeseran, yaitu perebutan kekuasaan dan penggulingan pemerintahan (lihat
kasus-kasus yang berkembang saat ini belahan dunia seperti Timur Tengah dan
Indonesia sendiri). Disamping pemimpin pemerintahan, pemimpin masyarakatnya pun
juga diganti. Mereka kini menjadi boneka dan begundal asing. Yang dulunya
keroco kini menjadi coro. Mereka rela negaranya menjadi satelit negara lain.
Masyarakatnya dipimpin oleh tokoh-tokoh pembohong, penjilat, pengeruk
keuntungan, penindas rakyat dan jika perlu menjual negaranya sendiri (lihat
kasus yang berkembang di negara ini saat ini). Rakyatnya pun kian tidak
berdaya, hanya menjadi pengikut saja, tiada lagi bantahan dan protes, tak ada
lagi patriotisme dan perlawanan.
Pengawasan dan Pengamanan Sasaran
Pengawasan dan pengamanan sangat
diperlukan, karena itu harus dilakuakn secara ketat dan teliti. Hal itu
dipandang penting, karena berguna untuk mencegah terjadinya gangguan dan
hambatan situasional yang kurang menguntungkan dalam pencapaian tujuan. Untuk
menelidiki orang-orang atau masyarakat, pada umumnya dipasang mata-mata,
terutama di daerah yang dianggap rawan. Pembinaan dengan kebijakan baru oleh
pemimpin baru dengan maksud menciptakan manusia baru, terus
dipublikasikan dan diterapkan secara merata disegenap lapisan masyarakat. Semua
kegiatan dan operasi penggalangan intelijen memakai sarana-sarana penggalangan
yang cocok dengan sasaran dan situasi yang aktual.
Dengan demikian Anda dapat memahami
mengapa UU intelijen kita dipersulit sedemikian rupa
0 Response to "Operasi Intelijen : Pola Penggalangan Intelijen - (DIKLAT KEPEMIMPINAN PEMUDA PANCA MARGA JAKARTA PUSAT)"
Posting Komentar