Berdasarkan
hukum Pidana Formal (Ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang mengatur
prosedur agar berlaku pelanggaran dan kejahatan) dapat dihadapkan kemuka sidang
pengadilan adalah sebagai berikut :
- Tindakan–tindakan apa yang harus diambil apabila ada dugaan, bahwa talah terjadi sesuatu tindak pidana dilakukan oleh seseorang.
- Apabila benar telah terjadi suatu tindak pidana dilakukan oleh seseorang, maka perlu diketahui apa pelakunya dan cara bagaiman melakukan penyelidikan terhadap pelaku.
- Apabila telah diketahui pelakunya maka penyidik perlu menangkap, menahan, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan pemulaan atau dilakukan penyelidikan.
- Untuk membuktikan apakah tersangka benar–benar melakukan suatu tindak pidana, maka perlu mengumpulka barang-barang bukti, menggeledah badan dan tempat–tempat serta menyita barang–barang bukti yang diduga ada hubungannya dengan perbuatan tersebut
- Setelah selesai dilaksanakan pemeriksaan permulaan atau penyidikan oleh polisi, maka berkas perkara diserahkan peda kejaksaan negeri, selanjutnya pemeriksaan dalam sidang pengadilan terhadap terdakwa oleh hakim sampai dapat dijatuhkan pidana.
Istilah Penyelidikan dan Penyidikan dipisahkan artinya
oleh Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), menurut bahasa Indonesia
kedua kata itu berasal dari kata dasar sidik yang artinya memeriksa, meneliti.
Di Malaysia istilah menyelidik dipakai sebagai padanan istilah Inggris (research) yang di Indonesia
dipakai istilah meneliti (penelitian). Kata sidik diberi sisipan el menjadi
selidik yang artinya banyak menyelidik. Jadi dengan perkataan lain, menyelidik
dan menyidik sebenarnya sama artinya.
Sedangkan menurut Pasal 1 butir 5 KUHAP tentang
pengertian Penyelidikan adalah sebagai berikut :
“ Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan
dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur undang-undang
“.
Tugas Penyelidikan menurut pasal 1 butir 5 KUHAP dengan
penyelidikan menurut reserse dan tugas intelegence militer adalah sangat
berbeda.
Fungsi penyelidikan menurut reserse adalah merupakan salah satu kegiatan
penyidikan yang bersifat teknis dan dapat bersifat tertutup serta belum
menyentuh bidang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).[1]
1.
Dasar hukum penyelidikan
Penyelidikan perkara pidana biasa
a.
Pasal 4, 5, 9, 102, 103, 104 dan 105 KUHAP
b.
Peraturan pemerintah RI No. 27 tahun 1983 tentang
pelaksanaan KUHAP
c.
UU RI No. 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan RI
untuk mengadakan penyelidikan terhadap tindak pidana khusus.
1)
Tindak Pidana Subversi yang diatur dalam UU No. 11 /
NPS / tahun 1963
2)
Tindak Pidana Ekonomi yang diatur dalam UU No. 07 Drt
tahun 1955
3)
Tindak Pidana Korupsi yang diatur dalam UU No. 03 tahun
1971
2.
Tahap Penyelidikan
a.
Kapan penyelidikan dimulai
Menurut KUHAP, penyelidikan diintradusir dengan motivasi pelindungan HAM dan
pembatasan ketat terhadap penggunaan upaya paksa,m dimana upaya paksa baru
digunakan sebagai tindakan yang terpaksa dilaksanakan, Penyelidikan mendahului
tindakan–tindakan lain yaitu untuk menentukan apakah suatu peristiwa yang
diduga tindak pidana dapat dilaksanakan penyelidikan
Hal yang perlu diperhatikan untuk memulai
melakukan penyelidikan akan didasarkan
pada hasil penilaian terhadap informasi atau data–data yang diperoleh melalui :
1.
Sumber-sumber tertentu yang dapat dipercaya,
diantaranya :
a.
Dari orang
b.
Tulisan dalam mass media,
c.
Instansi atau
perusahaan.
2.
Adanya laporan langsung kepada penyidik dari orang yang
mengetahui hukum terjadi suatu tindak pidana.
Laporan langsung yang diterima dari orang yang
mengetahui terjadinya tindak pidana
dapat berupa :
a.
Laporan secara tertulis
b.
Laporan lisan (penyelidik menerima laporan yang
kemudian dituangkan dalam Berita Penerimaan Laporan).
Persamaan laporan dan pengaduan di mana kedua-duanya adalah pemberitahuan
kepada yang berwajib, yaitu kepolisian Negara tentang adanya kejahatan atau
pelanggaran yang sedang terjadi atau yang telah selesai. Perbedaan keduanya
adalah kalau laporan pemberitahuan tersebut merupakan hak dan kewajiban yang
harus disampaikan oleh setiap orang kepada yang berwajib yaitu kepolisian Negara
serta dalam hal yang dilaporkannya tersebut merupakan tindak pidana umum,
contohnya : pencurian, pembunuhan dan lain-lain. Sedangkan pengaduan,
pemberitahuan tersebut merupakan hak dan kewajiban seseorang tertentu yang disampaikan
kepada yang berwajib dengan permintaan agar yang berwajib mengambil atau
melakukan tindakan serta dalam hal yang diadukan merupakan tindak pidana aduan.
Contoh : Kejahatan kesusilaan, Kekerasan dalam rumah tangga. [2]
3.
Hasil berita acara yang dibuat oleh penyidik
b.
Tujuan Penyelidikan
Adapun tujuan dari pada penyelidikan adalah untuk
mendapatkan atau mengumpulkan keterangan, bukti atau data-data yang digunakan
untuk :
1)
Menentukan apakah suatu peristiwa yang terjadi
merupakan suatu tindak pidana atau bukan.
2)
Siapa yang dapat dipertanggung jawabkan (secara piana)
terhadap tindak pidana tersebut.
3)
Merupakan persiapan untuk melakukan penindakan.
c.
Sasaran Penyelidikan
Sasaran penyelidikan diantaranya adalah sebagai berikut :
1)
Orang yang diduga telah melakukan tindak pidana.
2)
Benda/barang/surat yang dipergunakan untuk melkakukan
kejahatan yang dapat dipergunakan untuk mengadakan penyidikan maupun untuk
barang bukti dalam siding pengadilan.
3)
Tempat/bangunan/alat angkut dimana suatu kejahatan
telah dilakukan.
d.
Cara Penyelidikan
Untuk melakukan penyelidikan dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut :
1)
Dengan melakukan penyelidikan secara terbuka.
Penyelidikan ini dilakukan apabila
keterangan-keterangan/data-data/bukti- bukti yang diperlukan mudah untuk
didapatkan dan dengan cara tersebut dianggap tidak akan mengganggu dan
menghambat proses penyelidikan selanjutnya.
Pihak penyelidikpun harus
memperlihatkan tanda pengenal diri mereka sesuai yang tercantum dalam pasal 104
KUHAP dalam melakukan penyelidikannya.
2)
Dengan melakukan penyelidikan secara tertutup.
Penyelidikan ini biasanya digunakan dalam dunia
intelijen dan penyelidik harus dapat menghindarkan diri dari tindakan-tindakan
yang bertentangan dengan ketentuan undang-undang.
e.
Penyelidikan
Agar tujuan dari penyelidikan dapat tercapai
sesuai rencana maka sebelum melakukan kegiatan penyelidik terlebih dahulu
disusun rencana penyelidikan agar lebih terarah dan terkendali dengan baik.
Rencana penyelidikan tersebut memuat
tentang :
1)
Sumber informasi yang perlu dihubungi (orang, instansi,
badan, tempat, dan lain-lain).
2)
Informasi atau alat bukti apa yang dibutuhkan dari
sumber tersebut (yang bermanfaat untuk pembuktian tindak pidana).
3)
Petugas pelaksana
4)
Batas waktu kegiatan
f.
Laporan hasil Penyelidikan
Setelah penyelidikan selesai dilakukan, penyelidik
mengolah data-data yang telah terkumpul dan kemudian disusun suatu laporan
hasil penyelidikan yang memuat :
1)
Sumber data atau keterangan
2)
Data atau keterangan apa yang diperoleh dari setiap
sumber tersebut
3)
Barang bukti
4)
Analisa
5)
Kesimpulan tentang benar tidaknya terjadi tindak pidana
dan siapa pelakunya
6)
Saran tentang tindakan-tindakan apa yang perlu
dilakukan dalam tahap penyelidikan selanjutnya.
Penyidikan
suatu istilah yang dimaksudkan sejajar dengan pengertian opsporing (Belanda) dan investigation
(Inggris) atau penyiasatan atau siasat (Malaysia).
Pengertian Penyidikan menurut Pasal 1
butir 2 KUHAP, adalah :
“ Penyidikan
adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti itu membuat
terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkannya ”.
Dalam bahasa Belanda ini sama dengan opsporing. Menurut de Pinto, menyidik (opsporing) berarti pemeriksaan permulaan
oleh pejabat-pejabat yang untuk itu ditunjuk oleh Undang-undang segera setelah
mereka dengan jalan apapun mendengar kabar yang sekedar beralasan, bahwa ada
terjadi suatu pelanggaran hukum.[3]
Bagian-bagian Hukum Acara Pidana yang menyangkut penyidikan adalah :
1.
Ketentuan tentang alat-alat penyidik
2.
Ketentuan tentang diketahuinya terjadi delik
3.
Pemeriksaan di tempat kejadian
4.
Pemanggilan tersangka atau terdakwa
5.
Penahanan sementara
6.
Penggeledahan
7.
Pemeriksaan atau interogasi
8.
Berita acara (penggeledahan, interogasi dan pemeriksaan
di tempat)
9.
Penyitaan
10. Penyampingan
perkara
11. Pelimpahan
perkara kepada penunutut umum dan pengembaliannya kepada penyidik untuk
disempurnakan.
Menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1981 (KUHAP) terdapat
pentahapan fungsi dalam proses peradilan pidana. Fungsi, wewenang dan tanggung
jawab dari alat-alat Negara penegak hukum untuk memperlancar proses peradilan
pidana dimana tugas penyidikan dibebankan, dipertanggung jawabkan kepada
Kepolisian Republik Indonesia
dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu (pasal 1 butir 1 jo. Pasal 6 KUHAP).[4]
Kedudukan polisi sebagai penyidik berkewajiban
mengkoordinir penyidik Pegawai Negeri Sipil Tertentu dengan memberikan
petunjuk-petunjuk, bantuan dan pengawasan.
Kepolisian menurut Pasal 14 UU No. 5 Tahun 1983 tentang
UU Zona Eksklusif Indonesia jo Pasal 31
UU No. 9 Tahun 1985 adalah penyidik tindak pidana yang merupakan Perwira TNI
Angkatan Laut, yang mempunyai tugas dan wewenang :
1.
Melakukan tahap penyidikan (opsporing) sebagai salah satu tahap dalam menangani perkara pidana
(pelanggaran terhadap Hukum Pidana Materil) yang dipercayakan kepada pihak
penyidik.
Dalam proses
penyidikan haruslah mengacu serta mutlak normatid f pada aturan-aturan yang benar-benar dan adil.
2.
Kewajiban dan kewenangan penyidik dalam menangani suatu
perkara pidana (Pasal 7 ayat 1 KUHAP).
Penyidik menurut pasal 6 ayat
1 huruf a, memiliki wewenang sebagai berikut:
a.
Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang
adanya tindak pidana.
b.
Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian.
c.
Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda
pengenal diri tersangka.
d.
Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan
penyitaan.
e.
Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.
f.
Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.
g.
Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi.
h.
Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam
hubungannya dengan pemeriksaan
perkara.
i.
Mengadakan penghentian penyidikan.
j.
Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung
jawab.
- Penggunaan upaya paksa atau dwang middelen (penangkapan, penahanan, penyitaan, penggeledahan) yang dimiliki oleh penyidik haruslah diterapkan secara teliti, hati-hati dan cermat terhadap tersangka sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Tindakan-tindakan penyidik haruslah mencerminkan azas
kepantasan, kesantunan, keseimbangan, menghargai Hak Azasi Manusia, kemampuan
dan kemauan menenggang perasaan masyarakat yang menjadi objek daerah kerja
penyidik.
Untuk kepentingan penyidikan, maka penyidik dapat melakukan
upaya paksa seperti yang tercantum dalam Bab V pasal 16-49 KUHAP, diantaranya :
a.
Tentang Penangkapan
Pengertian
penangkapan termuat dalam pasal 1 butir 20 KUHAP, yaitu:
“ Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara
waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna
kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”.
Penangkapan tidak boleh dilakukan sewenang-wenang
tetapi harus dilakukan secara prima facie
evident (bukti permulaan yang cukup) dan harus dilakukan secara tertulis
dan sah sebagaimana tertuang dalam pasal 17 KUHAP.
Dalam pelaksanaan tugas penangkapan agar tidak terjadi
hal-hal yang bertentangan dengan undang-undang penyalahgunaan kekuasaan, maka
petugas penyidik memperlihatkan Surat Tugas serta memberikan kepada tersangka
Surat Perintah Penangkapan (pasal 18 ayat 1 KUHAP), yang di dalamnya memuat :
1)
Identitas tersangka
2)
Alasan-alasan penangkapan
3)
Uraian singkat tindak pidana yang diduga dilakukan oleh
tersangka
4)
Tempat tersangka akan diperiksa
Hal tersebut perlu dimuat dalam surat perintah penangkapan agar tersangka
dapat mempersiapkan diri untuk membela dirinya dan agar keluarganya mengetahui
dimana tersangka diperiksa dan juga agar tiak terjadi kesewenang-wenangan
penyidik dalam menjalankan tugasnya.
Dalam hal tertangkap tangan (inflagranti
delictie, ontdekking of heeterdaad) seperti yang dicantumkan dalam pasal 18
ayat 2 KUHAP artinya penangkapan dilakukan tanpa surat perintah dengan catatan bahwa yang
menangkap harus segera menyerahkan si tertanglap dan barang bukti yang ada
padanya kepada penyidik.
Jangka waktu penangkapan paling lama satu hari (dua
puluh empat jam) terdapat dalam pasal 19 KUHAP, artinya apabila terjadi
penangkapan melebihi jangka waktu tersebut, maka penahanan itu tidak sah dan
pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan tuntutan via institusi Pra
Peradilan (pasal 77 KUHAP).
b.
Tentang penahanan
Dasar hukum tentang penahanan ini diatur dal pasal
20-31 KUHAP. Pengertian penahanan tercantum dalam pasal 1 butir 21 KUHAP, yaitu
:
“ Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu
oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal
serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini “.
Instansi yang berwenang untuk mempergunakan upaya paksa
ini adalah Kepolisian RI, Kejaksaan dan Pengadilan. Penahanan
harus dilakukan berdasarkan hukum, artinya harus adanya dugaan berdasarkan
bukti yang cukup, bahwa orang tersebut melakukan tindak pidana dan terhadap
perbuatn tersebut tersedia ancaman pidana lima
tahun atau lebih.
Ada 3
jenis penahanan yang sebagaimana tercantum dalam Pasal 22 ayat 1 KUHAP, diantaranya :
1.
Penahanan rumah
tahanan Negara
2.
Penahanan rumah
3.
Penahanan kota
Jangka waktu lamanya penahanan oleh pihak penyidik
berdasarkan pasal 24 KUHAP adalah paling lama 20 hari dan dapat diperpanjang
oleh penuntut umum paling lama 40 hari, oleh pihak jaksa penuntut umum jangka
waktu penahanan paling lama 20 hari dan dapat diperpanjang oleh Ketua
Pengadilan Negeri yang berwenang peling lama 30 hari (pasal 25 KUHAP),
sedangkan oleh pihak pengadilan jangka waktunya paling lama 30 hari dan dapat
diperpanjang paling lama 60 hari (pasal 26 KUHAP).
c.
Tentang penggeledahan
Penggeledahan diatur dalam pasal 32-37 KUHAP.
Pengertian tentang penggeledahan tercantum dalam pasal 1 butir 17 dan 18 KUHAP,
yaitu :
Pasal 1 butir 17 KUHAP :
“ Penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah
tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan
dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam undang-undag ini”.
Pasal 1 butir 18 KUHAP :
“ Penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan
pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka untuk mencari benda ynag diduga
ada pada badannya atau dibawanya serta, untuk disita”.
Penggeledahan hanya meruoakan wewenang penyidik yang
dilakukannya dalam rangka mengumpulkan bahan-bahan, keterangan-keterangan yang
ada relevansinya dengan suatu tindak pidana. Penggeledahan harus dilakukan
seizing Ketua Pengadilan Negeri setempat (vide Pasal 33 KUHAP), sehingga
apabila petugas Kepolisian akan melakukan penggeledahan maka harus menunjukan
Surat Perintah Tertulis dari Penyidik dan Surat Izin Ketua Pengadilan Negeri
setempat.
d.
Tentang penyitaan
Pengertian penyitaan (beslag) tercantum dalam pasal 1 butir 16 KUHAP, yaitu :
“ Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan
atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak
berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan,
penuntutan dan peradilan “.
Tata cara penyitaan untuk kepentingan penyidikan
tersebut diatur dalam pasal 38-46 KUHAP.
Penyitaan terbagi dalam dua macam, yaitu :
1.
Dalam hal tertangkap tangan (pasal 40 KUHAP)
Artinya
dalam keadaan yang mendesak maka tidak perlu izin dari Ketua Pengadilan Negeri
(pasal 38 ayat 2 KUHAP). Tujuannya adalh untuk menjaga agar barang bukti tidak
dipindah tangankan, tidak rusak atau tidak dimusnahkan.
2.
Dalam keadaan biasa harus ada izin Ketua Pengadilan
Negeri
Tujuannya
adalah untuk meyakinkan sementara waktu barang-barang dari kekuasaan seseorang
untuk kepentingan penyidikan dan penuntutan. Apabila dalam kepentingan
penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi barang-barang sitaan
sebagaimana tercantum dalam pasal 46 KUHAP, maka barang-barang tersebut dapat
dikembalikan kepada :
a.
Orang yang barangnya disita
b.
Dikembalikan kepada yang paling berhak
Perubahan Fundamental yang terjadi dalam sistem
peradian pidana, sehingga mempengaruhi pula dalam sistem penyidikan diantaranya
adalah :
- Sistem penyidikan pidana yang mengutamakan perlindungan HAM dimana masyarakat dapat menghayati Hak dan Kewajibannya, yang dalam bidang penyidikan dinyatakan antara lain dengan menjamin hak–hak tersangka dan perlakuan terhadap tersangka secara layak dan sebagai subjek.
- Peningkatan pembinaan setiap para petugas penegak hukum sesuai dengan wewenang dan fungsi masing-masing dengan pembidangan tugas, wewenang dan tanggungjawab. Pembidangan tersebut tak berarti mengkotak–kotakkan tugas, wewenang dan tanggungjawab, tapi mengandung koordinasi dan sinkronisasi.
- Kedudukan polri sebagai penyidik yang mandiri tak dapat terlepas difungsi penuntutan–penuntutan pengadilan, dimana terjalin adanya hubungan koordinasi funfsional dan instansional serta adanya sinkronisasi pelaksanaan.
- Polri sebagai penyidik utama wajib mengkoordinasikan penyidik pejabat, pegawai negeri sipil dengan memberikan pengawasan petunjuk dan bantuan.
- Adanya pembatasan wewenang yang lebih sempit dan pengawasan yang lebih ketat bagi penyidik demi menegakan hukum dan perlindungan hak asasi.
- Kewajiban penyidik untuk memberikan perlakuan yang layak disertai kewajiban memberikan perlindungan dan pengayoman, misalnya dalam hal tersangka tak mampu dan tak mempunyai penasehat hukum.
- Pembatasan wewenang dan pengetatan pengawasan terhadap penyidik yang dilengkapi dengan pedamping oleh pembela kepada tersangka yang diperiksa.
Konsekwensi wewenang berlaku KUHAP dan penerapannya
kedalam pelaksanaan penyidikan :
- Perubahan sistem penyidikan berdasarkan KUHAP, membawa perubahaan didalam taktik dan teknik penyelidikan yang harus segera dipahami dan dilaksanakan dilapangan .
- Untuk menyesuaikan taktik dan teknik penyidikan berdasarkan KUHAP diperluka peningkatan kemampuan teknis professional polri khususnya reserse baik yang bersifat teknis keresersean maupun teknis yuridis.
- Perubahan taktik dan teknik penyidikan berdasarkan KUHAP membawa konsekuensi perunahan system pendidikan polri terutama pendidikan reserse.
- Penerapan KUHAP kedalam pelaksanaan penyidikan mengharuskan adanya perubahan sikap mental dan dedikasi penyidik sesuai dengan jiwa dan materi KUHAP.
- Berlakunya KUHAP dengan segala perubahan didalam system peradilan pidana pada umumnya dan khususnya sistem menyidikan menurut :
a.
Peningkatan personal, peralatan, dana, dan
sarana–sarana lainnya baik kwatitatif maupun kwalitatif, guna kep pelaksanaan
tugas polri pada umumnya, terutama pelaksanaan reserse yang mengemban fungsi
penyidikan berdasarkan KUHAP.
b.
Penyesuaian administrasi penyidikan selaras dengan
rekanisme dan pelaksanaan penyidik berdasarkan KUHAP.
c.
Penyesuaian organisasi dan administrasi polri terutama
reserse berdasarkan adanya perubahan fundamental dalm sistem penyelidikan
berdasarkan KUHAP.
Hubungan koordinasi fungsional dan Instrasional dalan
rangka penerapan KUHAP didalam pelaksanaan penyidik.
1.
Hubungan antara penyidik dengan Penuntut Umum, adalah :
a.
Mulainya penyidikan dan kewajiban pemberitauan kepada
Penuntut Umum
(Pasal 109
ayat 1 KUHAP).
b.
Perpanjangan penahanan untuk kep penyelesaian penyidik
(pasal 24 ayat 2 KUHAP).
c.
Penghentian penyidik yang diberitaukan kepada Penuntut
Umum (Pasal 109 ayat 2 KUHAP).
d.
Penyerahan berkas perkara hasil penyidikan kepada Penuntut
Umum (pasal 110 ayat 1 KUHAP).
e.
Penyidikan tambahan berdasarkan petunjuk penuntut umum
dalam hal berkas perkara dikembalikan kepada penyidik karena kurang lengkap.
Berdasarkan KUHAP dan dengan memperhatikan instruksi bersama Kapolri-jaksa
agung.
2.
Hubungan antara penyidik dengan pengadilan adalah :
a.
Penggeledahan rumah (pasal 33 KUHAP).
b.
Penyitaan ( 34 ayat 1, 2 , 3 KUHAP).
c.
Pemeriksaan surat
(pasal 47 KUHAP).
d.
Acara pemeriksaan tindak pidana ringan (pasal 205
KUHAP).
e.
Acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan
(pasal 211-216 KUHAP).
3.
Hubungan antara penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil
(PPNS) tertentu adalah :
a.
Koordinasi dan pengawasan (pasal 7 ayat 2 KUHAP).
b.
Pemberian petunjuk dan bantuan laporan dimulainya
penyidikan dan penghentian penyidikan serta penyerah hasil penyidikan (pasal
107 ayat 1, 2, 3 KUHAP).
4.
Hubungan antara penyidik penasehat hukum, yaitu :
a.
Dalam hal penasehat hukum penyalahgunaan hubungan dan
pembicaraan dengan tersangka (pasal 70 ayat 1, 2, 3, 4 KUHAP).
b.
Pengawasan penyidik dalam hal penasehat hukum
berhubungan dengan tersangka dan dalam hal penasehat hukum mendampingi
tersangka yang di periksa oleh penyidik (pasal
71 dan 115 KUHAP).
0 Response to "PROSES PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN DI SATUAN RESKRIM - (DIKLAT KEPEMIMPINAN PEMUDA PANCA MARGA JAKARTA PUSAT)"
Posting Komentar