Sembilan puluh sembilan persen kegagalan datang
dari orang yang punya kebiasaan suka membuat alasan, Daripada mencari jalan
keluar, mereka memilih untuk membuat 1001 dalih mengenai kegagalan mereka.
Alhasil, kesempatan belajar pun terlewatkan begitu saja.
Penyakit pikiran yang mematikan adalah
penyakit dalih (excuisitis). Orang-orang gagal senantiasa berdalih mengenai
kegagalan mereka. Penyakit dalih tersebut biasanya muncul 4 bentuk, yaitu:
dalih kesehatan, dalih inteligensi, dalih usia dan dalih nasib.
Dalih kesehatan biasanya ditandai dengan ucapan,
“Kondisi fisik saya tidak sempurna”, “Saya tidak enak badan”, “Jantung saya
lemah”, dan sejenisnya. Orang sukses tidak pernah menganggap cacatnya itu
sebagai hambatan. Sejumlah besar tokoh-tokoh dunia bahkan punya cacat fisik.
Presiden Amerika ke-32 Franklin Delano Roosevelt menderita polio, Shakespeare
lumpuh, Beethoven tuli, Napoleon Nonaparte memiliki postur tubuh yang sangat
pendek.
Dalih inteligensi diitandai dengan ucapan, “Saya
kan tidak pintar”, “Saya kan bukan rangking teratas”, “Dia lebih pandai”, dan
sejenisnya. Inilah dalih yang paling umum ditemukan. Tanpa bermaksud
mengecilkan arti sekolah, saya ingin mengatakan kepa Anda bahwa tidak perlu
jadi profesor agar Anda bisa sukses.
Selanjutnya, dalih usia yang ditandai dengan
ucapan, “Saya terlalu tua”, “Saya masih terlalu muda”, “Biarkan yang lebih tua
yang duluan”, dan sejenisnya. Padahal tidak ada batasan usia dalam meraih
sukses. Kolonel Sanders memulai usahanya di usia 65 tahun. Berikutnya adalah
dalih nasib, misalnya dengan mengatakan , “Aduh, nasib saya memang selalu
jelek”, “Itu sudah nasibku”, “Itu memang takdir” Memang amat mudah untuk selalu
menyalahkan nasib. Padahal nasib kita ditentukan oleh kita sendiri. Tuhan telah
memberikan hidup dengan sejumlah pilihan.
Baru-baru ini, hati saya tertegun ketika
menyaksikan siaran televisi tentang seorang anak kecil yang ahli memainkan
drum. Titi, nama bocah yang baru berusia 3 tahun itu memang layak dijuluki
“drummer cilik”. Bertubuh mungil dengan 2 jari yang tidak sempurna, Titi yang
masih suka nge-dot ini menunjukkan kebolehannya menabuh drum. Tak berlebihan
jika banyak yang menyarankan agar ia dimasukkan dalam Guiness Book of Record.
Prestasi yang diraih Titi sungguh menggugah
kesadaran saya. Lihatlah betapa banyaknya orang yang memilih berdiam diri
daripada melakukan apa yang bisa mereka perbuat. Padahal apapun yang layak
diraih layak diupayakan dengan seluruh kemampuan yang kita miliki. Sayangnya,
potensi diri ini kerap hanya terkubur karena kebiasan kita membuat dalih jika
apa yang kita kerjakan tidak berjalan sesuai harapan kita atau hasilnya tidak
segera kelihatan. Gaya
hidup modern yang serba instant secara tidak langsung membuat kita sering
mengharapkan hasil yang instant pula. Kita kepengen sekali makan durian tanpa
mau menanam, menyiram, memupuki dan merawat pohonnya
Saya sendiri sempat terkejut membaca cerita
tentang ilmuwan besar seperti Albert Einstein yang pernah diusir dari sekolah
karena dianggap lamban. Ia bahkan mendapat nilai buruk dalam pelajaran bahasa
Yunani karena ingatannya yang lemah. “Tak peduli apa pun yang kamu lakukan, kamu takkan dapat melakukan
apa-apa,” kata gurunya. Guru lainnya menimpali, “Kamu Cuma merusak kelas
saya!”. Bahkan kepala sekolahnya mengatakan kalau Einstein tidak akan sukses
dalam apa pun yang dikerjakannya.
Saya
juga teringat kepada Thomas Alva Edison yang hanya bersekolah beberapa bulan
namun tercatat sebagai pencipta terbesar sepanjang jaman dengan lebih dari
1.000 hak paten. “Saya mempunyai banyak ide tapi hanya sedikit waktu,” ujarnya.
Edison gagal di sekolah. Gurunya merasa Edison tidak punya minat belajar,
pemimpi dan mudah sekali terpecah konsentrasinya. Yang sungguh membuat saya
terharu adalah sikap Ibu Edison terhadap putranya. Ia terus mengajari Edison di
rumah dan setiap kali Edison gagal, ibunya memberi harapan dan mendorongnya
untuk terus berusaha.
Kalau
orang gagal senantiasa berkata “itu tidak mungkin berhasil” maka orang sukses
lebih suka berkata “mengapa tidak mencobanya dulu?”. Daripada membuat alasan,
orang sukses memilih untuk mencari cara mewujudkan impian mereka. Daripada
berdiam diri dan menunggu datangnya kesempatan, mereka memilih pergi keluar dan
menemukan kesempatan itu. Bahkan mereka mampu menciptakan kesempatan dalam
kesempitan. Orang-orang sukses mempunyai kebiasaan melakukan hal-hal yang tidak
suka dilakukan orang gagal. Jika saat ini Anda masih suka membuat dalih,
buatlah komitmen untuk mengubah kebiasaan itu. Jangan biarkan potensi diri
Anda dibelenggu oleh dalih-dalih Anda. “Lakukan apa yang Anda bisa, dengan apa yang Anda
miliki, di mana pun Anda berada.”
Sebagai
akhir, ijinkanlah saya membagikan kepada Anda sebuah syair dari Afrika berjudul
Perlombaan Saat Matahari Terbit. Setiap pagi di Afrika, seekor rusa bangun. Ia
tahu bahwa ia harus berlari lebih cepat daripada singa tercepat. Jika tidak, ia
akan terbunuh. Setiap pagi seekor singa bangun, ia tahu bahwa ia harus berlari
lebih cepat daripada rusa terlamban. Jika tidak, ia akan mati kelaparan. Tidak
penting apakah Anda adalah sang rusa atau sang singa. Saat matahari
terbit, Anda sebaiknya mulai berlari.
0 Response to "Mengatasi Penyakit Dalih - Pemuda Panca Marga, Jakarta Pusat"
Posting Komentar