MEREDEFINISI MAKNA LOYALITAS - Pemuda Panca Marga, Jakarta Pusat


Bagaimanakah seharusnya sikap karyawan terhadap dunia kerja yang terus berubah. Secara umum, didefinisikan tiga loyalitas penting dalam pekerjaan, loyalitas pertama, sebagai loyalitas pada perusahaan. Inilah loyalitas pertama dan paling sederhana. Disini karyawan merasa “hidup dan matinya” bagi perusahaan tempat ia bekerja. Sangat mulia dan baik tentunya. Loyalitas ini tidak terlalu bermakna di era ekonomi baru. Tuntutan perusahaanpun, bukanlah Cuma sekedar loyal tapi loyal plus kontribusi. Jadi, perusahaan menganggap karyawannya yang loyal adalah yang memberikan kontribusi. Yang tidak produktif, tidak berguna, dan tidak menghasilkan, dipersilahkan untuk angkat kaki.

Realita ini menunjukkan bahwa kitapun tidak bisa lagi Cuma sekadar mengandalkan loyalitas pada perusahan. Masalahnya, perusahaan menuntut loyalitas yang lebih tinggi. Dengan demikian, loyalitas pada perusahaan tidaklah cukup, kita pun harus memasuki loyalitas level kedua, Yakni loyal pada profesi kita. Dalam hal ini, kita tidak sekedar bekerja di suatu perusahaan tetapi kita berupaya memberikan kontribusi bagi perusahaan melalui profesi kita. Dimanapun kita bekerja, akhirnya bukan lagi menjadi isu yang penting.

Yang utama bagi Anda yang membangun loyalitas pada level dua ini adalah memberikan nilai dan kontribusi semaksimal mungkin. Dimanapun Anda berkarya dan bertugas. Dalam pikiran Anda, kontribusi Anda adalah melalui kualitas pekerjaannya sebagai seorang yang profesional. Tidak menjadi masalah bekerja dibidang Finance, accounting, HRD, marketing, Underwriting atau fungsi apapun, Anda akan bekerja secara maksimal. Tidak peduli dimanapun Anda berkarya, Anda akan tetap memberikan diri Anda yang terbaik. Andalah para profesional yang loyal pada pekerjaan atau profesi Anda. Inilah loyalitas level kedua.

Namun diatasnya, terdapat jenis loyalitas tertinggi serta terpenting yang membuat pekerjaan menjadi begitu bermakna. Loyalitas ketiga atau terakhir ini disebut sebagai loyalitas pada panggilan. Dalam hal ini, orang tidak lagi sekadar bekerja melainkan memiliki permaknaan arti yang lebih dalam mengapa dirinya bekerja di suatu perusahaan  Singkatnya, orang yang sampai pada level ini, menemukan alasan yang lebih mendalam bagi pekerjaan yang ia lakukan.

Sebagai ilustrasi atas ketiga loyalitas ini saya punya kisah tentang pengalaman teman saya seorang general manajer disebuah perusahaan terkemuka. Kisah ini berawal dari nasib teman saya, sebut saja HMN, yang kebetulan sangat miskin sewaktu masih mudanya, setamat SMA waktu itu, Ia terpaksa bekerja menjadi sopir demi perekonomian keluarganya. Disaat sengang Ia rajin belajar bahasa jepang karena majikannya adalah seorang warna negara jepang.  Karena dapat berkomunikasi sangat lancar dan rajin bekerja maka Ia diangkat menjadi karyawan diperusahaan tersebut.  Bahkan Ia ditawari untuk melanjutkan pendidikan S-1 nya dengan syarat setelah selesai pendidikan, Ia diminta mengabdi bagi perusahaan tersebut. Sebagai anak yang cerdas, Ia tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut.
 Setelah selesai masa pendidiknnya, Iapun memenuhi janjinya untuk mengabdi bagi perusahaan yang telah memberikan kesempatan. Ia membangun loyalitas terhadap perusahaan yang berjasa menyekolahkannya. Iapun bekerja keras dan rajin hingga perjalanan karirnya pun semakin baik dari staff , lalu supervisor hingga general manager .
Walaupun pada saat meniti karir ia mengalami beberapa kali pergantian pimpinan,  kadang kala ada pimpinan banyak aturan yang aneh, kadang arogan dan sulit membicarakan serta kelihatan tidak peduli pada karyawan,   Kalau berangkat kerja rasanya malas sekali, rasanya Ia ingin berhenti saja. Dikantor banyak orang menggunjingkan Bos Dia, Yang arogan tersebut. Herannya, kelihatannya bos tidak peduli. Kantor dia rasanya seperti Neraka. Tiap hari, temen-temennya menebak-nebak siapa yang bakal disemprot oleh atasannya.

Hal ini sempat mengguncangkan kesetiaannya pada perusahaan tempat Ia bekerjaTetapi Ia sendiri bisa merasakan seandainya saya dalam posisi manajemen. Dimana lagi bos saya ini mau ditempatkan kalau bukan di unit kerja kami.  Ia selalu mencoba membantu sebisanya dan menjalin komunikasi yang baik dengan pimpinannya. Memang akibatnya teman-temannya sering menyindir mengapa Ia bisa tahan dengan pimpinannya.  Tapi Ia berpikir, daripada saya ngedumel dan kerja ogah-ogahan, mending menciptakan keadaan kerja yang lebih baik. Toh Bos ini sudah dipilih, tidak bisa Ia ubah. Ia hanya bisa memilih menerima bos ini dan melakukan yang terbaik atau keluar dari tempat kerja sekarang.

Namun akhirnya Ia sadar, bahwa tidak masalah siapa yang menjadi pimpinan Ia tetap harus menunjukkan terima kasihnya dengan memberikan kontribusi melalui pekerjaannya. Ia harus berterima kasih kepada perusahaannya dengan bekerja sebaik-baiknya dalam bidang profesinya. Hal ini ternyata berdampak baik bagi kariernya. Lalu kariernya terus menanjak hingga berdampak Ia kemudian menjadi salah satu General manager.

Sebagai general manajer, justru banyak kesempatan baginya untuk melalukan kegiatan sosial untuk membantu anak-anak malang yang bernasib seperti dirinya dahulu, Kini HMN menemukan panggilan yang lebih bermakna pada pekerjaannya sebagai General manager saat ini.

Perhatikanlah bagaimana HMN dalam kisah diatas mengalami transformasi dalam loyalitasnya dalam bekerja. Mula-mula HMN loyal pada pimpinan perusahaan sebagai terima kasihnya, lantas setelah terjadi pergantian pimpinan, Iapun membangun loyalitas pada profesinya. Dan  terakhir, Diusia menjelang senja, ia melihat adanya panggilan yang lebih jauh dalam pekerjaannya. Dari pengalaman HMN ini, Saya menyarankan minimal kita mesti sampai pada loyalitas di level kedua.  Ya, tentu saja akan jauh lebih mulia jika akhirnya kita mampu menemukan panggilan yang lebih jauh dalam memaknai pekerjaan kita.

0 Response to "MEREDEFINISI MAKNA LOYALITAS - Pemuda Panca Marga, Jakarta Pusat"

Posting Komentar