PERSONAL LEARNING - Pemuda Panca Marga, Jakarta Pusat

Jika dibayangkan diri kita seperti sebuah produk, maka produk tersebut haruslah bernilai. Bayangkanlah nilai apakah yang kita berikan. Salah satunya adalah nilai tambah yang terus menerus. Kalau setiap saat kita nenuntut suatu servis produk yang kita konsumsi, terus menerus baru, uptodate ataupun segar. Bayangkan kita menuntut Kopi yang enak setiap pagi. Atau kita menuntut aplikasi terbaru atau produk teknologi terbaru. Mestinya kesadaran diri kitapun uptodate, tidak ketinggalan zaman. Tidak ada yang lebih memprihatinkan ketika diri kita kadaluarsa.

“Buatlah Produk Anda sendiri kedaluarsa sebelum orang lain melakukannya” berarti kita ditutut terus menerus memperbaruhi kemampuan serta ketrampilan diri. Sebelum yang lain membuat kita menjadi kadaluarsa. Bahkan “kanibalismekaan produk sekarang agar Anda tetap memimpin, cara berpikir seorang pemenang adalah membuat standar dalam diri. Terlalu mudah berpuas diri dan merasa telah menjadi yang terbaik adalah bahaya terbesar dalam mencapai keberhasilan personal.

Mestinya dalam diri kita perlu terdapat semangat “creative destructive” yakni menghancurkan kemampuan, mengatasi kemampuan saat ini untuk mencapai level yang lebih tinggi. Terus menerus mengembangkan diri dan memperbarui apa yang diketahui sebelumnya, jika terdapat hal baru yang lebih baik dan lebih effektif dari apa yang diketahui sebelumnya yang akan membuat kita terus menerus untuk maju. Mestinya, semangat yang mewarnai semangat kita untuk terus menerus memperbaruhi diri. Mencari daerah baru yang belum dikuasai dan terus menerus mengembangkan diri, Inilah semangat yang dalam bahasa jepang sering kali disebut dengan semangat Kaizen

Sekarang saya akan bercerita tentang seorang anak kecil dikampung saya disolo, ceritanya : Ada anak kecil sebut saja namanya EMS,  anak kecil ini sangat malas dan sering kali bolos sekolah. Disekolah ia selalu berantem, tidak dengarkan nasehat guru dan suka membolos. Intinya, Ia membenci sekolah dan ingin keluar dari sekolah sehingga tidak perlu bersusah payah belajar. Suatu pagi, seperti biasa, anak itu kembali tidak mengikuti pelajaran. Pagi itu,  EMS keluyuran dan berjalan-jalan disekitar tempat menempa besi (pandai besi). Saat itu, ia menyaksikan kakek tua yang sedang menempa besi tumpul dengan alat gerindanya. 

Karena tertarik anak itu kepada sang kakek Tua, maka dia bertanya “Pak tua apa yang pak tua sedang lakukan ?” Sambil tetap bekerja pak tua menjawab “saya sedang menajamkan besi ini” dengan heran anak itu bertanya lagi “”lho khan batang besi ini begitu tumpul, bagaimana dapat ditajamkan” sang kakek tua menjawab “ Bisa saja, kalau saya rajin mengasah dan menajamkan besi ini setiap saat, lama kelamaan pasti menjadi tajam”. Anak pembolos itu, langsung menangkap maknanya. Iapun kembali ke sekolah dan mulai rajin belajar. Anak itu menjadi sadar otaknya seperti besi tumpul itu. Kalau saja ia rajin mengasah otaknya setiap hari, pastilah akan menjadi tajam suatu saat

Dari cerita diatas dapat kita simpulkan bahwa pikiran yang paling tumpul sekalipun jika terus menerus diasah akhirnya akan tajam juga. Tetapi tentunya bukan sembarang mengasah. Harus ada cara yang sistematis dalam mengasah pikiran kita agar pikiran kita tetap setajam pisau saat digunakan, saya yakin, semuanya dimulai dari kemauan dan keinginan kita untuk belajar

Saya berpikir pemahaman kita yang terutama adalah melihat belajar sebagai suatu proses berkelanjutan, celakanya, banyak yang merasa setelah tamat dari sekolah ataupun tamat dari pendidikan, maka tamat pulalah keharusannya belajar. Sayang sekali dimasyarakat banyak muncul paradigma semacam itu. Bahkan bukan saja terjadi pada orang-orang yang bekerja, namun mental yang sama juga terjadi pada para guru atau trainer. Jika mereka mengajar saja tidak mau belajar, bagaimana kita harus berharap anak didiknya juga memiliki mentalitas untuk belajar.

Dalam  disiplin kerja, belajar merupakan bagian dari proses untuk mempertajam kemampuan atau kompetensi kita. Untuk bidang atau fungsi apapun, selalu tersedia ruang bagi kita yang ingin mencapai tingkat kemahiran yang lebih baik. Namun, sebelum prilaku belajar itu muncul, maka semestinya dipahami dulu mengapa orang harus belajar.
Tatkala, pembelajaran menjadi suatu kewajiban, justru ia akan menjadi jadwal yang membosankan. Tetapi jika melihat belajar sebagai fun, menarik untuk mengetahui pandangan orng, melihat bagai perkembangan ilmu terbaru. Kesempatan untuk masuk dalam hal baru yang belum kita ketahui, belajar dari yang lebih ahli (expert) dari diri kita.  Saat itulah terasakan bahwa belajar menjadi sesuatu yang fun, akibatnya, pada saat kita tidak membaca, yang seharusnya muncul bukanlah rasa bersalah, melainkan perasaan “kagen” untuk menambah kepada otak kita sesuatu yang terbaru.

0 Response to "PERSONAL LEARNING - Pemuda Panca Marga, Jakarta Pusat"

Posting Komentar