Didalam
pancaroba, dizaman permulaan dari pada pembangunan, dizaman perletakan
dasar-dasar bagi Negara yang adil dan makmur, kita mengalami masa yang serba
sukar dan sulit, zaman darurat. Tidak mengherankan bahwa kehidupan dimasa
semacam ini, memerlukan syarat-syarat yang berat. Dan menyesuaikan kehidupan
kita pada keadaan semacam ini, tidak sedikit memakan energi. Oleh karena
itulah, kita harus hemat-hemat dengan energi kita harus menggunakan energi itu
secara bijaksana.
Energi yang ada
pada kita, datangnya dari sinar matahari, hawa dan makanan. Badan kita
terus-menerus membuat energi dari hawa dan zat-zat makanan. Energi itu segera
dipakai, sedangkan yang tidak dipakai disimpan. Simpanan energi itulah
merupakan sumber yang setiap waktu bisa kita pergunakan untuk melakukan
pekerjaan yang memerlukan tenaga.
Dalam pada itu,
sebagian dari energi itu memancar keluar, dan itulah yang membuat kita mempunyai
semacam daya pesona. Kita mengenal
orang-orang yang besar daya pesonanya. Mereka mudah mempengaruhi orang yang ada
disekitarnya. Sukarno, Sjahrir, sudiro adalah contoh-contoh orang yang kuat
daya pesonanya. Akan tetapi tak hanya dikalangan orang-orang terkemuka saja.
Dikalangan mana
saja ada terdapat orang-orang yang demikian itu. Kami mengenal seorang tukang
lowak (penjual barang-barang rombengan) dan seorang tukang sate yang mempunyai
daya pesona yang kuat. Dan sebenarnya semua orang mempunyai magnestisme pribadi
demikian itu.. Ada yang kuat, ada yang biasa saja.
Selain dengan
hawa, udara dan makanan, energi kita bisa kita rawat dengan daya-daya rohani.
Memang ada pertalian erat antara rohani dan jasmani. Seorang ahli jiwa yang
berpengalaman menyatakan bahwa "energi yang berfaedah tersimpan dipusat
diri kita, jika kita hanya berpikir tentang
: hidup,
keindahan, keberanian, kebaikan, kebahagiaan, hasil, keselarasan, pengabidian
kepada masyarakat, rasa syukur ".
Sebaliknya kalau
kita banyak berpikir tentang kemesuman, kesengsaraan, maka energi kita akan
kucar kacir.
0 Response to "Energi manusia"
Posting Komentar