pola operasi intelijen secara clandestine ( Pencerai-beraian Sasaran) -Pemuda Panca Marga, Jakarta Pusat


Penghancuran sasaran dilakukan oleh para agent penetrasi yang telah mendapatkan kepercayaan dari lingkungan yang menjadi sasarannya, dengan jalan menimbulkan berbagai ketegangan, konflik sosial, ataupun politik. Pertentangan minorotas dan mayoritas yang dibuat semakin meruncing, menggalakkan ekstremitas agama, aliran golongan, organisasi dan partai. Unsur-unsur itu digiring kedalam suasana perang urat syaraf sehingga akan melahirkan pertentangan massa, pertarungan fisik yan gberkembang menjadi kekacauan. 

Dimana-mana akan terjadi perampokan, pencurian, penodongan ataupun penjarahan. Kekalutan seakan terjadi dimana-mana. Disegala bidang seperti ideologi, politik, ekonomi , sosoial budaya, militer, keamanan dan agama (IPOLEKSOSBUDMILAG) sehingga terjadilah intimidasi, insinuasi dan tuduh-menuduh. 

Kolaborasi-kolaborasi terus dilakukan dengan mengobarkan provokasi kepada rakyat tentang adanya gerakan dari kelompok garis keras, ekstrem kanan, ekstrem kiri, komprador, antek nekolim, borjuis, teroris, hasutan terhadap buruh yang digiring untuk berdemontrasi dan melakukan pemogokan dengan dalih perbaikan nasib. Mereka minta upah mereka dinaikkan. Jika tidak pemogokan akan terus berlangsung. 

Setelah tak ada titik temu akhirnya perusahaan ada yan gbenar-benar bangkrut, tapi ada juga yang hanya pura-pura bangkrut, karena ingin relokasi keluar negeri. Para buruh yang sudah terlanjur kehilangan pekerjaan, meminta pesangon besar kalau tidak pabrik atau perusahaan diancam akan dihancurkan, padahal pada akhirnya mereka malahan tak mendapatkan apa-apa kecuali hilangnya lapangan kerja. Dalam keadaan yang serba kacau kolaborasi dari para kelompok agent tersebut akan memanfaatkan tekanan-tekanannya untuk memenangkan kepentingannya. Apabila pemerintah itu tak mau memenuhi permintaannnya, maka dikeluarkanlah ancaman penghentian bantuan, pembekuan aset-aset, embargo ekonomi, embargo senjata, intervensi politik, intervensi militer atau ancaman perang konvensional. Atau secara halus melakukan pembusukan struktural, pengacauan sistem moneter, sistem politik dan sistem sosialnya, sehingga secara sistematis negara akan rontok dengan sendirinya. Inilah yang mereka kehendaki (bisa jadi kepada Indonesia itu sendiri). Ekonomi kacau balau, inflasi melambung tinggi, kebutuhan pokok masyarakat menjadi langka. 

Lapangan kerja tak tersedia karena tak ada kepastian usaha. Biaya pendidikan mahal, segalanya mahal, gaji pegawai dan buruh tidak mencukupi, uang palsu beredar hingga akhirnya loyalitas dan kejujuran terus terduksi. Sejak saat itu mereka kan bekerja sambil mencari objyekan, memungut pungutan liar (pungli) dan ber-KKN ria. Sesama kawan sejawat dan sekerja tidak adalagi rasa saling percaya, tak ada rasa setia kawan. Bahkan para pejabat pemerintahan pun, telah menjadi bahan cemoohan rakyatnya. Pola yang dominan dilakukan oleh para agent agar hal tersebut terjadi adalah menskenarionkan, lalu menggiring dengan membuat kerusakan sistemik yang dimulai dari hulu, dari lapisan puncak piramida pemrintahan yang merembes hingga pada eselon terbawah. Kepentingan pribadi, kelompok, golongan dan partai yan gtidak mengindahkan nilai-nilaikejujuran, akan terus ber-KKN, sehingga timbullah berbagai trik, rekayasa, pengucilan lawan politik, dan penguasaan terhadap sumber-sumber keuntungan yang strategis untuk mempertahankan sistem yang dibangunnya, sehingga terjadi kesenjangan, kesewang-wenangan, konsentrasi kekayaan dan ketidak-adilan. Mulai dari penerimaan siswa/murid Sekolah Dasar hingga perguruan tinggi, dari penerimaan pegawai negeri sipil, polisi&militer, hingga pendidikan karier dan promosinya, dari perizinan usaha hingga proses untuk mendapatkan keuntungannya, semuanya harus menyebutkan mantra “serba biaya”…Pokoknya kalo mau mencapai tujuan, jangan melawan arus, dan selain orang kuat, semuanya harus tunduk kepada mekanisme biaya siluman. Sejak mekanisme itu diberlakukan, maka unsur dendam pulang modal seakan-akan sudah merupakan kewajiban yang wajar.

Kserusakan struktural yang sudah sampai pada tahap seperti itu, akan memakan waktu entah berapa generasi untuk memperbaikinya, sehingga membuat orang yang masih baik-baik dan masih punya idealisme menjadi putus asa, sehingga turut menambah kelemahan negara. Indonesia sudah meradang akan kerusakan struktural jika rakyatnya tidak ingin belajar dan mau mengetahui tentang operasi intelijen. Dan yang harus dipahami adalah operasi intelijen hanya bisa dilawan dengan operasi intelijen pula. Jika dukungan negara ini terhadap Lembaga/Badan Intelijen Negara lemah di tambah lagi dengan anggota legislatif yang tidak memahami tentang ilmu intelijen maka kerusakan stuktural cepat atau lambat akan menjadi bakteri yang mematikan negara tersebut. Hal ini bisa dilihat dengan timbulnya insinuasi/sinisme di mana-mana. Para pejabat kehilangan wibawanya, fitnah dan desas-desus menjadi-jadi, tokoh-tokoh masyrakat dipermalukan, permainan kotor diatur secara berkelompok yang melibatkan pejabat kepolisian, pejabat sipil atau militer yang dikenal sebagai kejahatan kerah putih yang semakin sulit untuk di sidik karena semua tersandera oleh kepentinagn. Selain penjahat kerah putih dimunculkan pula penjahat kerah hitam yang semakin berkembang pesat dengan berbagai modus operandinya sebagai bagian dari bentuk Camouflage dalam teori keseimbangan kriminilitas (equibilirium crime). Dengan demikian terciptalah kondisi sosial yang sedemikan buruk. Terasa menderu bagai badai neraka. Rakyat kecil menggelepar, anak-anak terlantar dan terkapar. 

Begirulah kekacauan sosial yang timbul merata, tak ada lagi rasa aman, suasana semakin tak menentu, setiap individu merasa tertekan, keputusasaan meluas mencekam bangsa. Harga diri telah hilang, sedangkan kepercayaan diri sirna pula, bahkan terhadap pemimpin masyarakat dan negara. Permusuhan, perkelahian, bentrokan antar suku, golongan, agama dan ras yang disertai dengan kekerasan terjadi di mana-mana, masyarakat pecah, partai-partai pecah, persatuan apa saja pecah, oragnisasi pecah bahkan bisa bubar. (lihat kasus konflik beberapa negara di Afrika dan Timur Tengah, serta Asia). Inilah contoh pencerai-bearaian yang dilakukan para agent yang pernah terjadi disuatu negara yang rakyatnya bermental jajahan, dan para pemimpinnya juga sudah terkontaminasi mental penjajah dan penindas.

0 Response to "pola operasi intelijen secara clandestine ( Pencerai-beraian Sasaran) -Pemuda Panca Marga, Jakarta Pusat"

Posting Komentar