Penghancuran sasaran dilakukan oleh para agent penetrasi yang telah mendapatkan kepercayaan dari lingkungan yang menjadi sasarannya, dengan jalan menimbulkan berbagai ketegangan, konflik sosial, ataupun politik. Pertentangan minorotas dan mayoritas yang dibuat semakin meruncing, menggalakkan ekstremitas agama, aliran golongan, organisasi dan partai. Unsur-unsur itu digiring kedalam suasana perang urat syaraf sehingga akan melahirkan pertentangan massa, pertarungan fisik yan gberkembang menjadi kekacauan.
Dimana-mana akan terjadi perampokan, pencurian, penodongan
ataupun penjarahan. Kekalutan seakan terjadi dimana-mana. Disegala bidang
seperti ideologi, politik, ekonomi , sosoial budaya, militer, keamanan dan
agama (IPOLEKSOSBUDMILAG) sehingga terjadilah intimidasi, insinuasi dan
tuduh-menuduh.
Kolaborasi-kolaborasi terus dilakukan dengan mengobarkan
provokasi kepada rakyat tentang adanya gerakan dari kelompok garis keras,
ekstrem kanan, ekstrem kiri, komprador, antek nekolim, borjuis, teroris,
hasutan terhadap buruh yang digiring untuk berdemontrasi dan melakukan
pemogokan dengan dalih perbaikan nasib. Mereka minta upah mereka dinaikkan.
Jika tidak pemogokan akan terus berlangsung.
Setelah tak ada titik temu
akhirnya perusahaan ada yan gbenar-benar bangkrut, tapi ada juga yang hanya
pura-pura bangkrut, karena ingin relokasi keluar negeri. Para buruh yang sudah
terlanjur kehilangan pekerjaan, meminta pesangon besar kalau tidak pabrik atau
perusahaan diancam akan dihancurkan, padahal pada akhirnya mereka malahan tak
mendapatkan apa-apa kecuali hilangnya lapangan kerja. Dalam keadaan yang serba
kacau kolaborasi dari para kelompok agent tersebut akan memanfaatkan
tekanan-tekanannya untuk memenangkan kepentingannya. Apabila pemerintah itu tak
mau memenuhi permintaannnya, maka dikeluarkanlah ancaman penghentian bantuan,
pembekuan aset-aset, embargo ekonomi, embargo senjata, intervensi politik,
intervensi militer atau ancaman perang konvensional. Atau secara halus
melakukan pembusukan struktural, pengacauan sistem moneter, sistem politik dan
sistem sosialnya, sehingga secara sistematis negara akan rontok dengan
sendirinya. Inilah yang mereka kehendaki (bisa jadi kepada Indonesia itu
sendiri). Ekonomi kacau balau, inflasi melambung tinggi, kebutuhan pokok
masyarakat menjadi langka.
Lapangan kerja tak tersedia karena tak ada kepastian
usaha. Biaya pendidikan mahal, segalanya mahal, gaji pegawai dan buruh tidak
mencukupi, uang palsu beredar hingga akhirnya loyalitas dan kejujuran terus
terduksi. Sejak saat itu mereka kan bekerja sambil mencari objyekan, memungut
pungutan liar (pungli) dan ber-KKN ria. Sesama kawan sejawat dan sekerja tidak adalagi
rasa saling percaya, tak ada rasa setia kawan. Bahkan para pejabat pemerintahan
pun, telah menjadi bahan cemoohan rakyatnya. Pola yang dominan dilakukan oleh
para agent agar hal tersebut terjadi adalah menskenarionkan, lalu menggiring
dengan membuat kerusakan sistemik yang dimulai dari hulu, dari lapisan puncak
piramida pemrintahan yang merembes hingga pada eselon terbawah. Kepentingan
pribadi, kelompok, golongan dan partai yan gtidak mengindahkan
nilai-nilaikejujuran, akan terus ber-KKN, sehingga timbullah berbagai trik,
rekayasa, pengucilan lawan politik, dan penguasaan terhadap sumber-sumber
keuntungan yang strategis untuk mempertahankan sistem yang dibangunnya,
sehingga terjadi kesenjangan, kesewang-wenangan, konsentrasi kekayaan dan
ketidak-adilan. Mulai dari penerimaan siswa/murid Sekolah Dasar hingga
perguruan tinggi, dari penerimaan pegawai negeri sipil, polisi&militer,
hingga pendidikan karier dan promosinya, dari perizinan usaha hingga proses
untuk mendapatkan keuntungannya, semuanya harus menyebutkan mantra “serba
biaya”…Pokoknya kalo mau mencapai tujuan, jangan melawan arus, dan selain orang
kuat, semuanya harus tunduk kepada mekanisme biaya siluman. Sejak mekanisme
itu diberlakukan, maka unsur dendam pulang modal seakan-akan sudah
merupakan kewajiban yang wajar.
Kserusakan struktural yang sudah
sampai pada tahap seperti itu, akan memakan waktu entah berapa generasi untuk
memperbaikinya, sehingga membuat orang yang masih baik-baik dan masih punya
idealisme menjadi putus asa, sehingga turut menambah kelemahan negara.
Indonesia sudah meradang akan kerusakan struktural jika rakyatnya tidak ingin
belajar dan mau mengetahui tentang operasi intelijen. Dan yang harus dipahami
adalah operasi intelijen hanya bisa dilawan dengan operasi intelijen pula. Jika
dukungan negara ini terhadap Lembaga/Badan Intelijen Negara lemah di tambah
lagi dengan anggota legislatif yang tidak memahami tentang ilmu intelijen maka
kerusakan stuktural cepat atau lambat akan menjadi bakteri yang mematikan
negara tersebut. Hal ini bisa dilihat dengan timbulnya insinuasi/sinisme di
mana-mana. Para pejabat kehilangan wibawanya, fitnah dan desas-desus
menjadi-jadi, tokoh-tokoh masyrakat dipermalukan, permainan kotor diatur secara
berkelompok yang melibatkan pejabat kepolisian, pejabat sipil atau militer yang
dikenal sebagai kejahatan kerah putih yang semakin sulit untuk di sidik karena
semua tersandera oleh kepentinagn. Selain penjahat kerah putih dimunculkan pula
penjahat kerah hitam yang semakin berkembang pesat dengan berbagai modus
operandinya sebagai bagian dari bentuk Camouflage dalam teori
keseimbangan kriminilitas (equibilirium crime). Dengan demikian
terciptalah kondisi sosial yang sedemikan buruk. Terasa menderu bagai badai
neraka. Rakyat kecil menggelepar, anak-anak terlantar dan terkapar.
Begirulah
kekacauan sosial yang timbul merata, tak ada lagi rasa aman, suasana semakin
tak menentu, setiap individu merasa tertekan, keputusasaan meluas mencekam
bangsa. Harga diri telah hilang, sedangkan kepercayaan diri sirna pula, bahkan
terhadap pemimpin masyarakat dan negara. Permusuhan, perkelahian, bentrokan
antar suku, golongan, agama dan ras yang disertai dengan kekerasan terjadi di
mana-mana, masyarakat pecah, partai-partai pecah, persatuan apa saja pecah,
oragnisasi pecah bahkan bisa bubar. (lihat kasus konflik beberapa negara di
Afrika dan Timur Tengah, serta Asia). Inilah contoh pencerai-bearaian yang
dilakukan para agent yang pernah terjadi disuatu negara yang rakyatnya
bermental jajahan, dan para pemimpinnya juga sudah terkontaminasi mental
penjajah dan penindas.
0 Response to "pola operasi intelijen secara clandestine ( Pencerai-beraian Sasaran) -Pemuda Panca Marga, Jakarta Pusat"
Posting Komentar