PERANAN INTELIJEN DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN - Batalyon IX-01, Resimen Yudha Putra


A. Latar belakang
Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara (Lapas/Rutan) sebagai tempat menampung narapidana dan tahanan yang memiliki berbagai ragam latar belakang dan kepentingan, sangatlah rentan terhadap terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban, baik yang datang dari dalam maupun luar lembaga. Demi terpeliharanya keamanan dan ketertiban dalam Lapas/Rutan, sangatlah penting dilakukan langkah-langkah sistematik yang dapat dipertanggungjawabkan baik menurut segi hukum maupun hak asasi manusia, diantaranya melalui pencarian yang obyektif dan aktual baik sebelum, sedang berlangsung, maupun setelah terjadinya ancaman dan gangguan.
Upaya pencarian informasi tersebut merupakan bagian langkah strategis yang dilakukan oleh petugas maupun orang-orang tertentu yang berada dibawah kendali manajemen Lapas dan Rutan. Kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai penyelidikan atau intelijen tersebut merupakan upaya yang terencana dan terarah untuk mencari dan mengumpulkan bahan keterangan dengan resiko yang telah diperhitungkan dalam penetapan kebijakan pimpinan.
Dengan mempertimbangkan adanya perubahan situasi dan tingkat kerawanan sebagai akibat dari perkembangan transformasi global yang berpengaruh terhadap tingkat dan jenis kejahatan, kegiatan intelijen harus dikembangkan dalam Lapas/Rutan. Maraknya kejahatan yang dilakukan di Lapas dan Rutan seperti peredaran narkoba yang dikendalikan menggunakan telepon genggam (HP) milik para narapidana yang meringkuk dipenjara salah satunya.
Teknik penyelidikan atau intelijen dapat dilakukan secara terbuka berupa penelitian, wawancara atau interogasi maupun secara tertutup seperti melakukan pengamatan, penjejakan, penyadapan, penyusupan serta wawancara tersamar. Sedangkan taktik penyelidikan atau intelejensi dilakukan dengan kegiatan penyamaran atau menggunakan kedok sehingga pihak yang diselidiki tidak mengetahui atau tidak menyadari, atau kegiatan penyesatan/pengelabuan, sehingga sasaran tidak menyadari atau teralihkan perhatiannya.
Dalam perspektif hak asasi manusia, penyelenggaraan intelijen pada lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan, harus menjunjung tinggi dan menghormati hak-hak asasi manusia para narapidana/tahanan atau pihak-pihak lain yang berkepentingan dalam dengan posisi mereka dalam Lapas/Rutan. Kemampuan intelijen semakin mendukung profesionalisme petugas, menjaga dan memelihara keamanan dan ketertiban, serta proses pembinaan yang kondusif dan mewujudkan citra positip Lapas/Rutan.

B. Rumusan Permasalahan
            Dari gambaran latar belakang diatas, maka dapat disimpulkan inti dari permasalahan sebagai berikut :
1.    Bagaimana pelaksanaan intelijen diterapkan dalam lembaga pemasyarakatan ataupun rumah tahanan?
2.    Bagaimana persepsi hak asasi manusia dalam memandang penyelenggaraan intelijen dalam Lapas/Rutan?
3.    Bagaimana kaitan antara penerapan intelijen pada Lapas/Rutan dengan pembinaan hukum dalam pembangunan?

C. Analisis Permasalahan
            Dalam melakukan refleksi dan evaluasi sebagai bahan acuan dalam memproyeksikan program-programnya, maka Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) melakukan langkah-langkah konkrit untuk memperbaiki opini kurang baik yang berkembang di masyarakat. Untuk itu dilakukan pencanangan Bulan Tertib Pemasyarakatan. Pencanangan Bulan Tertib Pemasyarakatan merupakan program nasional dan dicanangkan secara serentak di semua lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) seluruh Indonesia. Kegiatan Bulan Tertib Pemasyarakatan meliputi beberapa program antara lain program tertib pengamanan, program tertib pelayanan, program tertib perawatan dan pengelolaan, program tertib pembinaan dan pembimbingan serta program tertib perikehidupan penghuni. Selain memberantas peredaran narkoba, pungutan liar, dan penggunaan telepon genggam (HP) di Lapas/Rutan, sasaran program nasional ini adalah penanggulangan over kapasitas di Lapas/Rutan, penanggulangan kekurangan pegawai, penertiban warung-warung liar, peningkatan pelayanan, dan peningkatan kegiatan kerja bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (narapidana).
Kondisi over kapasitas di Lapas/Rutan menjadi masalah utama penurunan kualitas Lapas/Rutan. Hal ini mengakibatkan rentang kendali antara petugas semakin luas, karena tidak sebandingnya jumlah petugas dan narapidana yang harus diawasi. Over kapasitas juga mengakibatkan menurunnya daya dukung sarana dan prasarana yang akan membawa dampak lainnya seperti peredaran gelap narkoba, penyalahgunaan penggunaan telepon genggam, kurangnya pelayanan kesehatan, pungutan liar (pungli), dan adanya warung-warung liar. Cukup banyak kasus yang membuktikan transaksi narkoba dikendalikan oleh seorang narapidana dari dalam penjara. Sang narapidana mengontak anggota jaringannya melalui telepon genggam (HP). Maraknya penggunaan telepon genggam (HP) oleh narapidana sudah lama dilakukan, namun tidak pernah ada sanksinya.
Guna mencegah maraknya pengendalian narkoba dari balik penjara, Ditjen Pemasyarakatan dan Badan Narkotika Nasional sepakat memasang alat pengacak atau pengacau sinyal frekuensi di dalam penjara. Ternyata, pemasangan alat pengacak sinyal atau yang dikenal dengan nama jammer itu tak hanya aktif di dalam Lapas/Rutan. Mereka yang menggunakan telepon genggam di luar penjara pun merasa terganggu. Gangguan itu antara lain dialami para pelanggan operator selular yang ada di sekitar Lapas/Rutan seperti yang terjadi di LP Kerobokan Bali dan LP Tanjung Gusta Medan. Keluhannya antara lain pembicaraan terputus tiba-tiba, dan sinyal telepon genggam yang tidak stabil kalau berada di sekitar penjara.
Niat baik yang semula dilakukan untuk mengendalikan transaksi peredaran narkoba dari balik penjara ternyata berlawanan dengan pasal 33 ayat (2) UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi. Dalam ketentuan pasal ini disebutkan bahwa penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit harus sesuai dengan peruntukannya dan tidak saling mengganggu. Meskipun Ditjen Postel mendukung pemberantasan narkoba, namun upaya yang dilakukan Ditjen Pemasyarakatan menggunakan pengacak sinyal ternyata dapat mengganggu pengguna telepon. Ditjen Postel berharap agar penggunaan pengacak sinyal dapat diminimalisir.
Menurut Kriminilog Universitas Indonesia, Adrianus Meliala, tidak perlu ada pemasangan jammer jika ada upaya pencegahan dari petugas Lapas/Rutan. Setiap narapidana dilarang menggunakan telepon genggam selama berada di dalam penjara. Yang menjadi masalah, penggunaan telepon genggam didalam penjara sudah merupakan hal lumrah sehingga sulit dikendalikan. Untuk itu perlu ada aturan dan tindakan yang tegas bagi para penghuni Lapas/Rutan dan keterlibatan para petugas Lapas/Rutan yang membantu para penghuni Lapas/Rutan menggunakan telepon genggam di area Lapas/Rutan. Area Lapas/Rutan semestinya harus disterilkan dari penggunaan telepon genggam baik oleh petugas maupun narapidana. Namun untuk memenuhi kebutuhan komunikasi antara penghuni dan keluarganya perlu dijalin kerjasama dengan Telkom untuk menyediakan sarana telepon umum/wartel didalam Lapas/Rutan yang penggunaannya dapat diawasi. Hal ini perlu dilakukan sebab narapidana juga manusia biasa yang membutuhkan hak-hak pribadi untuk berkomunikasi. Dalam perspektif hak asasi manusia, larangan berkomunikasi, pemasangan jammer dan penyadapan tertentu termasuk tindakan yang menyentuh hak asasi manusia.
Selain pelarangan penggunaan telepon genggam di dalam Lapas/Rutan, untuk menangani peredaran gelap narkoba langkah yang dilakukan antara lain kegiatan penggeledahan baik secara rutin maupun insidental, pemasangan alat deteksi narkoba dengan teknologi tinggi, menindak tegas narapidana maupun petugas yang terlibat perkara narkoba, membentuk tim satgas khusus pada pos-pos yang dianggap rawan, melakukan tes urine secara berkala, bekerja sama dengan pihak BNN dan Polri, peningkatan berbagai terapi penyembuhan bagi narapidana pengguna narkoba, dan pemisahan penempatan bandar dan pengguna. Masalah krusial lain yang menyebabkan rawannya gangguan keamanan dan ketertiban didalam Lapas/Rutan adalah over kapasitas. Untuk itu harus dilakukan pemindahan narapidana dari Lapas yang padat ke Lapas yang masih memungkinkan. Meskipun saat seorang narapidana menjalani vonis hilang kemerdekaannya di Lapas/Rutan, namun ada hak-hak narapidana yang harus tetap dilindungi dalam sistem pemasyarakatan yaitu untuk hidup secara layak. Selain itu lembaga pemasyarakatan juga melakukan terobosan baru dalam penanganan over kapasitas dengan memberlakukan optimalisasi pemberian remisi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan cuti bersyarat.
Dalam menangani berbagai gangguan keamanan dan ketertiban dalam Lapas/Rutan, ada pemikiran untuk melakukan penyelenggaraan intelijen dalam Lapas/Rutan. Intelijen di dalam Lapas/Rutan berfungsi untuk melakukan pencarian informasi yang obyektif dan aktual dalam mengatasi gangguan dan ancaman di dalam Lapas/Rutan.

0 Response to "PERANAN INTELIJEN DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN - Batalyon IX-01, Resimen Yudha Putra"

Posting Komentar