Kita hidup dalam
dunia yang penuh dengan kesukaran, kesulitan. Dunia ramai, kata orang. Memang
dunia ini tempat yang ramai dan riuh, yang nampaknya dibuat oleh Tuhan untuk
melatih pikiran dan jiwa kita. Jika tiada kesukaran, tiada soal, otak kita tak
berkembang, tetap tumpul. Dalam hal ini sifat otak tak tubahnya dengan spier.
Spier-spier kita tumbuh, menjadi besar, menjadi kuat, karena dilatih memberikan
perlawanan-perlawanan, melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berat.
Tak ada sesuatu
yang berfaedah dan bernilai didunia ini, yang tak dicapai dengan mengarungi
lautan kesukaran lebih dulu.
Cara
tepat dalam menghadapi kesukaran
Kesukaran
selalu ada, dan selalu penting. Tapi ada yang lebih penting daripada kesukaran,
Yakni : sikap yang tepat dalam menghadapi kesukaran. Pada garis besarnya ada
dua macam sikap menghadapi kesukaran, Sikap yang satu ialah : mengeluh,
mengutuk, berteriak minta tolong, menutup mata, lari. Sikap yang lain, dan
sikap satu-satunya yang benar : Menghadapi
kesukaran itu. Ini sikap yang bijaksana dan positif.
Sudah tentu
boleh saja kita sedikit merasa kuatir, juga jenderal-jenderal, tak kecualinya
apakah ia dari TNI, Tentara Soviet atau dari US
army, menyilap rasa takut, apabila pertempuran dimulai. Malah rasa
kuatir ini adalah semacam pesawat yang memberi tanda supaya kita waspada, apabila
ada bahaya. supaya kita bersiap-siap dan menjadi awas.
Karena itu,
jangan kita merasa sudah termasuk orang-orang penakut, kalau kadang-kadang kita
merasa kuatir, bahkan kalau kadang-kadang kita merasa takut. Apabila kita tahu
setiap orang juga Zukov, juga eisenhover, juga Jamamoto tak bebas seratus
persen dari rasa takut, kita tak akan sedih dengan keadaan kita sendiri, yang
kadang-kadang juga merasa takut itu.
Dengan
pengetahuan bahwa setiap orang itu tak bebas dari rasa takut, maka justeru kita bisa menggunakan
pengetahuan ini sebaik-baiknya. Yakni, jika kita menghadapi orang yang kita
takuti atau yang mengancam kita, maka kita sadar bahwa diapun tak bebas dari
rasa takut itu.
Demikian pula
dalam menghadapi kesukaran. Betapapun hebatnya kesukaran, kesukaran itu tidak
maha kuasa. Kesukaran itu bukan Tuhan, Kita mesti tunduk kepadanya. Akan tetapi
karena kesukaran itu bukan Tuhan, kita tak boleh tunduk kepadanya. Siapa tunduk
kepada kesukaran, jika dikaji sedalam-dalamnya adalah musyrik orang yang mendewakan
sesuatu disamping Tuhan.
Hadapi
kesukaran secara obyektif
Dalam ilmu
pengetahuan, sikap obyektif yang berarti bebas dari perasaan - adalah sikap
yang diisyaratkan. Akan tetapi sedikit orang tahu, bahwa juga dalam menghadapi
kesukaran sebaik-baiknya kita bersikap objectif.
Ada
kisah seorang petinju, yang dalam beberapa ronde saja sedemikian putus asanya,
sehingga boleh dipastikan bahwa ia akan kalah. Akan tetapi sebelum memasuki
gelanggang dalam menghadapi ronde selanjutnya pelatih membisikkan kepadanya
kata-kata demikian : "Bung ingatlah ! Lawan anda hanya mempunyai Dua
tangan!". Petinju yang sudah mulai putus asa, seolah-olah bangkit dari
mimpinya dan ia menjadi objectif, artinya ia melihat musuhnya dengan sewajarnya
saja, tak dipengaruhi oleh perasaannya. Dan memang betul, lawannya hanya
mempunyai dua tangan.
Ketika ia menghadapi dia semula, ia dipengaruhi oleh
perasaannya, dan memang terasa bahwa lawannya seperti mempunyai sepuluh tangan.
Setelah ia melihat dan menghadapi lawannya secara objektif - yakni bahwa
tangannya hanya dua - cara ia bertinju menjadi sedemikian hebatnya, sehingga
lawannya terkejut, bingung dan akhirnya dapat dirobohkan. Ini contoh cara
melihat suatu kesukaran dengan obyektf, yang berhasil untuk mengatasi kesukaran.
Biasanya
kesukaran atau orang yang kita hadapi - misalnya ia mengancam kita, sehingga
kita masukkan juga dalam golongan "Kesukaran" - kita pandang dengan
prasangka, dan tidak sewajarnya, tidak dengan cara obyektif.
Maka dalam
menghadapi seseorang yang bagiamanapun berkuasanya, bahkan seandainya ia
mengenakan mahkota raja sekalipun, maka
ingatlah, bahwa ia adalah manusia yang seperti kita, yang makan dan minum,
tidak maha kuasa.
Juga jika ada
bedanya dengan kita, beda itu taklah terlalu jauh. Dengan demikian, segala
ancamannya tak begitu hebat seperti kita yang sangka. Dan menurut psychologi,
orang yang marah dan mengancam itu biasanya disebabkan karena ia takut.
Karena itu kalau
kita tenang saja, niscaya ia akan lebih takut lagi terhadap ancaman-ancaman itu
karena tidak ada artinya. Akan tetapi kalau kita takut, maka ia menjadi berani,
dan kita akan termakan oleh ancaman-ancamannya itu.
Demikian pula
dalam menghadapi kesukaran. Periksa dan hadapilah secara obyektif
kesukaran-kesukaran itu , analisalah kesukaran-kesukaran itu akan menjadi
sederhana belaka, dan dengan usaha yang kecil saja, kesukaran itu biasanya
untuk sementara waktu bisa diatasi, untuk kemudian diatasi sama sekali.
Misalnya Saudara
mencium bau barang yang terbakar dikamar. Kalau Saudara tak tenang, perasaan
saudara mengatakan : "kamar terbakar", dan kemudian ditambah lagi :
"rumah terbakar", Anak-anak terbakar" Sudara lari keluar,
mungkin mencari-cari pertolongan. Akibatnya, api berkobar lebih besar, dan akhirnya
betul-betul membakar seluruh rumah, bahkan seluruh kampung.
Akan tetapi
kalau anda tetap kepala dingin, maka pikiran Saudara yang obyeftif mengatakan :
Saya Lihat dulu", anda melihat hal yang sebenarnya "Kelambu
terbakar". Mungkin ada anak Saudara didalamnya, lalu anda angkat. Pikiran objectif anda mengatakan
"Air". Anda lari cepat, akan tetapi tak bingung ke sumur. Dan dengan
satu siraman air satu ember, api itu menjadi kecil, dan jika saudara siram lagi
dengan dua ember air, niscaya api padam sama sekali.
Anda periksa
anak saudara, hanya tangannya yang terbakar. Anda usap-usap dengan mentega atau
minyak lalu bawa kerumah sakit.
Bergeraklah
Apabila Saudara
sudah pandai bergulat dan akhirnya bercanda - dengan kesukaran, maka Saudara
akan mengetahui betapa pentingnya ketabahan. Ketabahan tumbuh dan berkembang
bersama-sama dengan jumla kesukaran-kesukaran yang Saudara atasi.
Disamping itu,
selalulah berhasrat untuk memperkembangkan keberanian dan ketabahan Saudara.
Enyahkan semua perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran yang tak enak. Kalau perlu
mulailah dari permulaan, akan tetapi janganlah sekali-kali menjadi budak rasa
takut Saudara.
Cabut sampai
akar-akarnya pikiran-pikiran yang murung dari jiwa Saudara. Jika toh kurang
berhasil, menyanyilah, gerakanlah badan Saudara, Jalan-jalanlah atau berolah
ragalah, Supaya peredaran darah menjadi agak deras. Akan tetapi jangan
sekali-kali duduk bengong, atau tiduran mengelamun, sebab dengan berbuat
demikian, kesukaran-kesukaran itu akan nampak menjadi lebih besar, menjadi
momok hitam yang membuat segala-galanya menjadi suram.
Ketabahan lebih hebat dari kekuatan
Bung karno
pernah berkata : "berikanlah kepadaku semilyun orang-orang tua, maka aku akan
sanggup memindahkan gunung Merapi dari tempatnya. Akan tetapi berikanlah aku sepuluh
pemuda saja yang berani dan bersemangat menyala-nyala maka aku akan
menggemparkan dunia". Dan ini memang benar.
Ketabahan dan
keberanian lebih hebat dari pada jumlah yang banyak. Malah lebih hebat daripada
kekuatan. Disamping itu latihlah diri saudara,
jangan selalu menuruti keinginan dan hawa nafsu saja. Gemblenglah diri Saudara.
Sebab ada orang-orang yang dengan melatih diri sendiri dan menggembleng diri
sendiri menjadi keras seperti intan. Mereka itu lebih keras dari pada batu
karang, mereka itu bisa menembus segala kesukaran.
Setiap orang
pada suatu masa akan mendapat pukulan, bahkan pukulan-pukulan bertubi-tubi.
Adalah tergantung kepada kita, apakah kita akan terguling karena
pukulan-pukulan itu, ataukah malah menjadi kuat perkasa. Hidup tanpa pukulan-pukulan, tanpa perjuangan adalah hidup yang nista.
Hanya hidup yang berisi perjuangan dan memenangkan perjuangan itulah hidup yang
mulia.
0 Response to "Kuat Karena kesukaran"
Posting Komentar